----iklan---- Pilsung Kepala Lingkungan Di T.Tinggi, Nasibmu Kini … - JEJAK KHALIK
Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pilsung Kepala Lingkungan Di T.Tinggi, Nasibmu Kini …


Jika Presiden, gubernur, walikota dan kepala desa di pilih secara langsung oleh rakyat, kenapa tidak dicoba saja melakukan pemilihan langsung kepala lingkungan. Inilah gagasan orisinal mantan Walikota Tebingtinggi periode 2000-2010 Ir.H.Abdul Hafiz Hasibuan, dalam upaya menumbuhkan wawasan dan perilaku berdemokrasi massa perkotaan di basis akar rumput (grassroots). Tercatat, hingga kini gagasan itu menjadi satun-satunya praktek demokrasi massa akar rumput perkotaan yang pernah ada di negeri ini.

Tak ingin berteori dan melakukan kajian njelimet, sang Walikota pun merealisasikan ide itu, dengan membuat perangkat hukum sebagai dasar penyelenggaraan pesta rakyat di tingkat lingkungan itu. Dibuatlah Peraturan Walikota No.2 Tahun 2003 tentang Tata Cara Pencalonan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Lingkungan Di Kota Tebingtinggi. Perwa itu terdiri atas 6 Bab dan 13 pasal disertai dengan lampiran tentang Tata Tertib Pemilihan Calon Kepala Lingkungan.

Perwa itu, mengatur ketentuan umum, persyaratan calon kepala lingkungan, tata cara pencalonan pemilihan kepala lingkungan, pemberhentian kepala lingkungan, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup. Inti dari Perwa itu, mensyaratkan adanya pemilihan langsung dilakukan warga dalam menentukan kepala lingkungan di di wilayah mereka.

Konsekwensi dari pemberlakuan Perwa itu, Pemko Tebingtinggi menyediakan dana kehormatan kepada kepling terpilih, berupa honor Rp500 ribu/bulan ditambah pakaian dinas serta kartu asuransi kesehatan selama menjabat.

Eksperimen di lapangan pun berlangsung dipenghujung 2005 dan awal 2006, di mana sekira 176 Kepling harus bersaing untuk menduduki posisi buncit di birokrasi Pemko Tebingtinggi itu. Meski beberapa di antaranya tak melakukan pemilihan langsung, karena faktor teknis, tapi lebih dari 90 persen melaksanakan Pilsung Kepling, mengikuti Perwa No.2 Tahun 2003 itu.

Dalam prosesnya, Pilsung Kepling berlangsung menarik dan penuh dinamika. Di mulai dengan pembentukan kepanitiaan Pilsung Kepling yang terdiri atas tokoh masyarakat di lingkungan tersebut. Panitia pun bekerja menentukan hari pemilihan, mengumpulkan sumber daya dan dana yang diperlukan serta mendata warga yang berhak memilih. Warga yang berhak memilih hanya kepala keluarga. Bahkan, menerima pendaftaran calon Kepling, sesuai persyaratan yang terdapat dalam Perwa.

Di saat kepanitiaan bekerja, para calon Kepling mulai “bekerja” pula agar bisa memenangkan hati warga agar berkenan dipilih nantinya. Mereka membentuk tim sukses dan mendatangi setiap warga yang berhak memberikan suara. Dalam proses itulah, interaksi antar sesama warga berlangsung intens. Tak jarang, praktek money politic, disamping mencari cantelan/gantungan kepada tokoh lebih di atas, juga mewarnai praktek merebut hati warga itu. Bahkan, di salah satu lingkungan ada calon yang mengeluarkan dana besar memberikan beras kepada warga, untuk mendapatkan simpati dan memenangkan pemilihan. Singkatnya, dinamika Pilsung Kepling, dalam prosesnya tak jauh beda dengan dinamika Pemilu legislatif, Pilpres maupun Pilkada, meski tingkatnya lebih sederhana.

Selesai melakukan proses pemberian suara dan diketahui pemenangnya, berkas hasil dikirim ke kelurahan. Keabsahan Kepling terpilih, ditetapkan camat setempat melalui surat keputusan. Masa bakti para Kepling terpilih berlangsung selama 5 tahun, sejak tanggal ditetapkan. Mulailah para Kepling melakukan tugasnya melayani warga atas nama pemerintah kota.

Perubahan Signifikan

Kini, seluruh Kepling telah menghabiskan masa bakti mereka di 2011, sekira Februari dan Maret, sesuai SK yang diterima diawal bertugas. Seluruh tampuk “kekuasaan” kepling kembali kepada lurah dengan mengangkat staf kelurahan sebagai pelaksanan tugas Kepling.

Ditengah vacuum of power itu, Badan Pemberdayaan Masyarakat Pemerintahan Kelurahan (BPMPK), ternyata menyikapi dengan sigap. Melalui sejumlah pertemuan dengan camat dan lurah, SKPD itu ternyata telah mempersiapkan revisi Peraturan Walikota No.2 Tahun 2003 itu. “Saat ini, revisi Perwa sudah kita eksaminasi ke Bagian Hukum,” ujar Ka.BPMPK Drs.H. Nizar Rangkuti, Kamis lalu, di ruang kerjanya.

Dasar revisi itu, terang Nizar Rangkuti, banyaknya keluhan camat dan lurah atas kinerja dan perilaku Kepling. Diungkapkan, umumnya Kepling yang dipilih langsung itu, tidak punya loyalitas kepada camat dan lurah. Sehingga banyak tugas-tugas pemerintahan yang harus dilaksanakan, jadi terabaikan. “Sulit memberikan perintah kepada mereka,” ujar Nizar.

Malah, Kepling yang dipilih langsung oleh rakyat, merasa lebih tinggi derajatnya ketimbang lurah dan camat yang diangkat walikota. Sehingga, mereka lebih mendahulukan kepentingan warga ketimbang kepentingan pemerintahan kecamatan atau kelurahan. “Padahal mereka itu kan perangkat kelurahan,” cetus Ka.BPMPK itu. Kondisi itu, pada akhirnya melahirkan konflik antara camat, lurah berhadapan dengan Kepling.

Hal senada disampaikan Camat Bajenis Ferry F. Tarigan, SSTP, MSi serta jajaran lurah dibawahnya, betapa Pilsung Kepling ternyata berdampak buruk bagi roda pemerintahan di kelurahan. Umumnya, Kepling sangat keras dalam menuntut haknya dan hak warganya. Namun, terhadap tugas-tugas yang dibebankan kepada mereka, seringkali diabaikan. “Makanya saya usulkan dalam pertemuan dengan BPMPK agar sistem Pilsung dirubah,” tegas dia, di ruang kerjanya, belum lama ini.

Perubahan itu ternyata sangat signifikan. Menurut Nizar Rangkuti hal itu berbentuk, Kepling tidak lagi dipilih secara langsung oleh warga, tapi oleh tokoh masyarakat di lingkungan. Dalam revisi Perwa itu, sejumlah pasalnya menyatakan pihak kelurahan akan mengundang tokoh masyarakat dari beragam kepentingan. “Jumlahnya lima orang setiap lingkungan, ditambah dua orang dari kelurahan,” terang Nizar. Tokoh masyarakat itu, bisa dari unsur agama, wanita, pemuda dan aktifis berbagai kegiatan. Tujuh orang itulah nantinya yang akan menunjuk siapa yang layak sebagai Kepling di lingkungan mereka. “Kita merubah asas demokrasi langsung, menjadi asas musyawarah,” tegas Nizar Rangkuti.

Diharapkan dari perubahan sistem pemilihan Kepling itu, akan kembali terjadi sinergi kuat antara camat, lurah dan kepling dalam upaya melayani kepentingan masyarakat, tandas Nizar.

Pelajaran Berharga

Pengalaman adalah guru yang terbaik. Pepatah itu menemukan ranahnya dalam eksperimen demokrasi langsung di Pilsung Kepling Kota Tebingtinggi. Ternyata, pemilihan langsung oleh warga bukanlah cara terbaik untuk menemukan pimpinan yang baik bagi rakyat dan pemerintahan. Sebagian besar Kepling yang lahir dari Pilsung itu, adalah sosok yang tidak kredible.

Bahkan, ada diantara Kepling yang terpilih itu sosok yang cacat secara moral serta kualitas SDM yang rendah. Mereka terpilih lebih pada kedekatan personal, materi maupun faktor-faktor X lainnya. Ternyata meski pun di perkotaan, banyak warga yang belum dewasa dalam memilih pemimpin yang baik buat mereka. Pilsung Kepling Kota Tebingtinggi bisa dijadikan sebagai eksperimen pahit tentang gagalnya demokrasi liberal yang diagung-agungkan banyak kalangan intelektual.

Lantas, tidak juga bijaksana Pilsung Kepling itu langsung dirubah, karena dampak buruk yang dihasilkannya. Akan lebih baik jika sistem Pilsung itu diperbarui dengan berbagai modifikasi didalamnya. Karena dalam sistem apapun, kebaikan dan keburukan akan selalu ada. Bukankah demokrasi mewacanakan proses trial dan error didalam sistemnya. Wallahu a’alamu bi ash shawab.

PILSUNG KEPLING : Pemilihan langsung kepala lingkungan di Kota Tebingtinggi, ternyata gagal mendapatkan pemimpin kredible, sehingga harus dirubah. Mantan Walikota Ir.H.Abdul Hafiz Hasibuan sebagai penggagas, saat apel Pilkada Tebingtinggi 2010 bersama pimpinan Parpol.

Post a Comment for "Pilsung Kepala Lingkungan Di T.Tinggi, Nasibmu Kini …"