----iklan---- Ngalap Berkah Setahun Sekali Dari Ceng Beng - JEJAK KHALIK
Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Ngalap Berkah Setahun Sekali Dari Ceng Beng


Hari-hari menjelang Ceng Beng (ziarah ke makam leluhur) sebagai bagian dari Perayaan Imlek dalam tradisi Tionghoa, merupakan saat-saat tersibuk bagi penjaga dan pembersih makam. Seperti pemakaman Yasobas di Kel. Tebingtinggi, Kec. Padang Hilir, kota Tebingtinggi, Sabtu (19/3), terlihat diramaikan puluhan pekerja pembersih kuburan itu. Mereka, memperindah makam, dengan cara membersihkannya dari ilalang, mengecat tembok makam serta menggemburkan kembali tanah di atas kubur.

Sumariadi, 42, warga Link 01, Kel. Tebingtinggi Kec. Padang Hilir, salah satu petugas pembersih dan penjaga pemakaman Tionghoa, memandang Ceng Beng adalah berkah setiap tahun. Dia, menyebutkan angka Rp10 juta diperoleh dari pendapatan membersihkan dan menjaga sekira 100 makam.

Pendapatan itu, diperoleh dari pemberian famili (anak, cucu dan cicit) mendiang yang berkubur di makam itu, saat berziarah. Pemberian keluarga yang berziarah itu, berkisar antara Rp50 ribu hingga Rp100 ribu per makam. Bahkan, terkadang jika ada keluarga lain yang pemurah akan mendapatkan imbalan tambahan dari tugas itu. “Hasilnya, biasanya digunakan untuk memperbaiki rumah dan beli keperluan keluarga,” ujar ayah tiga anak itu.

Pekerjaan pembersih dan penjaga makam, aku Sumariadi, bukan didapat begitu saja, melainkan telah dilakukan lintas generasi. Pengurus BKM Masjid Farida itu, mengakui telah melakukan pekerjaan itu sejak 1988, warisan pekerjaan dari orang tuanya. Sedangkan orang tuanya mendapatkan pekerjaan itu dari kakek Sumariadi sendiri. “Pekerjaan ini memang sudah turun temurun, mungkin sejak tahun 1960-an lah,” ujar dia. Untuk membersihkan 100 makam, dibutuhkan waktu sekira dua hingga tiga minggu. Sedangkan modal untuk pekerjaan itu, ungkap Sumariadi, sekira Rp1 juta.

Proses mendapatkan tugas menjaga dan membersihkan, melalui saling percaya antara keluarga mendiang dengan pekerja. Biasanya, ungkap Sumariadi, berawal dari bekerja membuat bangunan makam. Setelah selesai dibangun, keluarga mendiang meminta agar makam itu dijaga, dipelihara dan dibersihkan setiap tahun, atau sebaliknya. Ucapan terima kasihnya tidak mengikat, tapi imbalan seijin hati.

Berbeda dengan itu, Anto, 35, warga Sei Sigiling, mengaku memelihara dan menjaga sekira 30 makam. Dari pekerjaan itu, Anto, hanya mendapatkan imbalan sekira Rp2 juta hingga Rp3 juta, selama Ceng Beng. “Pendapatan memang tergantung berapa makam yang kita jaga,” cetus Anto. Dia, mendapatkan pekerjaan itu, juga warisan dari orang tua. Anto, tak mengetahui berapa jumlah pasti pekerja yang mengais rejeki di kala Ceng Beng. Tapi memperkirakan mencapai ratusan orang, karena jumlah makam mencapai belasan ribu unit.

Kedua pekerja itu, nasibnya berbeda dengan beberapa pekerja di komplek pemakaman mewah. Salah seorang pekerja yang menjaga dan memelihara makam dari keluarga Tionghoa pengusaha pabrik per di Kel. Pabatu, Kec. Padang Hulu, mengaku mendapatkan imbalan antara Rp300 ribu hingga Rp500 ribu. Dengan jumlah pemakaman yang dijaga mencapai 50 unit, Anda bisa memperkirakan berapa pendapatannya selama Ceng Beng. Begitu pun salah seorang penjaga makam mewah lainnya, Ramli, mengaku hanya dapat imbalan Rp50 ribu per makam. Dia, menjaga sekira 10 makam. Tapi anehnya dalam melaksanakan pekerjaan itu, dia menggunakan beberapa pekerja lepas.

Sedangkan Pono, 65, juga menjaga sekira 50 makam. Pekerjaan itu dilakukannya sejak muda. Kini, pria tua itu masih melaksanakan tugasnya dengan setia dibantu sang istri. Dari pekerjaan sambilan itu, dia bisa menghidupi anaknya hingga dewasa dan sudah berumah tangga. “Ini pekerjaan sambilan tiap tahun,” kata pria itu, saat mencangkul tanah pemakaman. Pono mengaku bisa mendapatkan imbalan Rp5 juta lebih selama Ceng Beng.

Para pekerja makam berasal dari lingkungan sekitar komplek pemakaman Yasobas. Terutama warga dari Sei Sigiling, Jalan Darat dan Pongker. Tiga lingkungan itu berbatasan langsung dengan komplek pamakaman. Kondisi itu, berkorelasi dengan tingkat keamanan dan ketertiban saat terjadinya puncak Ceng Beng, karena pekerja setempat. Sehingga peziarah yang datang dari luar daerah, bahkan dari luar negeri, merasa tenang dan tidak takut kehilangan. “Jarang ada pencurian di sini,” terang Anto.

Transaksi Ekonomi

Saat puncak, pemakaman Yasobas bisa seperti pasar, di mana ratusan bahkan ribuan mobil parkir disertai transaksi ekonomi atas berbagai jasa yang diberikan kepada peziarah. Mulai dari retribusi parkir, penjualan alat kelengkapan sembahyang atau cuma menemani keluarga berziarah. Semua bernilai ekonomis. “Tahun ini diperkirakan Ceng Beng jatuh pada 27 Maret hingga 5 April,” terang Sumariadi. Dalam waktu itu, saat paling ramai berlangsung pada hari libur.

Ada beberapa cerita menarik di sekitar penjaga makam ini. Misalnya, makam yang dijaga bisa dialihkan melalui penjualan lapak. Seorang penjaga makam, karena butuh dana mendesak, bisa menjual salah satu lapak atau beberapa lapak (makam) yang dijaganya kepada penjaga lain. Motifnya bermacam-macam, kadang karena desakan kebutuhan, tapi bisa juga faktor lain semisal kalah berjudi.

Tak semua pula penjaga itu menerima imbalan tetap. Biasanya, di penjaga sangat kenal dengan peziarah. Maka penjaga makam sering bersiasat, kepada keluarga peziarah yang datang awal diberi imbalan. Jika keesokan ada peziarah dari keluarga lain datang, si penjaga akan mengaku belum diberi imbalan. Sang penjaga pun akan mendapatkan imbalan ganda. “Yang paling enak, kalau keluarga peziarah itu tak akur. Mereka mudah dilaga untuk dapat imbalan,” ujar sumber.

Pemakaman seluas 100 Ha lebih dan diperkirakan terluas di Asia Tenggara, dihuni belasan ribu makam dengan beragam tipe. Ada komplek pemakaman mewah dengan harga lahan mencapai puluhan juta dan bangunan pemakaman yang mahal. Tapi ada juga komplek pemakaman murah yang harga lahannya hanya kisaran ratusan ribu saja. Di komplek itu, cuma ada gundukan tanah dan nisan kecil sebagai pertanda.

Selain itu, terdapat juga beberapa klasifikasi pemakaman berdasarkan agama. Ada komplek pemakamam warga Tionghoa penganut Buddha dan Kong Hu Chu/Tao dan pemakaman Kristen. Tapi anehnya di komplek itu tak tersedia pemakaman untuk Muslim Tionghoa. Dari penelusuran ke beberapa blok pemakaman, terdapat makam bertarikh 1941. Diperkirakan, pemakaman itu sudah ada sejak zaman penjajahan dan areal pemakaman itu, diperoleh dari Kesultanan Padang.

BERSIH MAKAM : Pekerjaan membersihkan makam saat Ceng Beng, merupakan tugas sampingan. Tapi penghasilannya cukup menggiurkan. Pono bersama istrinya tengah membersihkan salah satu makam yang dipercayakan padanya. Foto direkam, Sabtu (19/3).

Post a Comment for "Ngalap Berkah Setahun Sekali Dari Ceng Beng"