----iklan---- Tugu Peringatan 13 Desember 1945 Diidamkan Sebagai Monumen Perjuangan Hingga Ratusan Tahun - JEJAK KHALIK
Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Tugu Peringatan 13 Desember 1945 Diidamkan Sebagai Monumen Perjuangan Hingga Ratusan Tahun




Siapa mengira, ternyata gagasan membangun tugu 13 Desember 1945 yang kini menjadi simbol Kota Tebingtinggi, berasal dari pemikiran seorang wartawan. Maruto Poniran, demikian nama sang wartawan, kemudian menyampaikannnya kepada seorang perwira Distrik Militer-9 TI 2 bernama Kapten TM Sinulingga. Gagasan itu mendapat sambutan baik dan keduanya pun bekerjasama mewujudkan gagasan itu. Kini Tugu 13 Desember 1945 yang berdiri anggun di sudut Lapangan Merdeka menjadi monumen kebanggaan Kota Tebingtinggi.

Ketika tugu itu masih dalam ide, para penggagasnya bermimpi, bangunan itu kelak bisa berusia hingga ratusan tahun. Tugu itu, akan menjadi saksi bisu bagi dinamika kehidupan Kota Tebingtinggi lintas generasi. Menjadi tonggak sejarah akan tekad generasi terdahulu dalam mempertahankan kemerdekaan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Itulah niat awal yang terbetik dalam pikiran para penggagasnya. Nyatanya kini, sketsa tugu dalam bingkai perisai yang dapit dua ikatan padi dan kapas berlatar belakang perbukitan, menjadi simbol kota. Kalimat sakti yang tertulis dibawah simbol itu, “Esa Hilang Dua Terbilang,” mengisyaratkan bahwa kota itu takkan mati, tapi akan terus hidup sepanjang zaman.

Ide pendirian tugu yang aslinya bernama ‘Tugu Pahlawan 10 November 1945 dan 13 Desember 1945’ itu berawal pada 31 Oktober 1957 saat dilakukan pembentukan panitia Peringatan Hari Pahlawan 10 November 1945. Malam itu, bertempat di pendopo wedana Kewedanaan Padang Bedagai (sekarang kediaman Camat Tebingtinggi, Kab Sergai, berada di belakang Anjungan Sri Mersing), puluhan aktifis dari organisasi pemuda, aktifis parpol dan organisasi perempuan yang diundang menyatakan setuju dengan gagasan itu.

Gagasan itu diwujudkan dengan membentuk seksi tugu pahlawan dalam kepanitiaan itu, ditangani J. Hutabarat. Pada peringatan Hari Pahlawan Ke 13 itu, dilakukanlah peletakan batu pertama pembangunan tugu dilakukan Komandan BI.133 Mayor Raja Syahnan sekira pukul 16.00, usai kegiatan peringatan.

Satu minggu setelah kegiatan itu, panitia peringatan dibubarkan. Tapi seksi tugu pahlawan pemuda tidak dibubarkan. Malah, dalam pertemuan di Balai Umum (sekarang Perpustakaan Umum), disepakati mempermanenkannya dengan membentuk panitia khusus pembangunan. Dalam pertemuan itu, diangkat lima formatur, bertugas membentuk kepanitiaan. Kelima formatur, yakni Abdul Hamid Wahab Lubis, Maruto Poniran, J. Tampubolon, T. Hutabarat, dan N. Ketaren. Pembentukan formatur itu terjadi pada malam 17 November 1957.

Tak berapa lama, formatur berhasil menyusun kepanitiaan pembangunan ‘Tugu Pahlawan/Pemuda 10 November 1945 dan 13 Desember 1945.’ Kepengurusan terdiri dari, Ketua Abdul Hamid Wahab Lubis, Wakil Ketua, N. Ketaren. Sekretaris, T. Hutabarat, Wakil Sekretaris Bustaman, Bendahara, Mas Kasirun. Keuangan, Maruto Poniran, Pembantu Keuangan, Plt. J. Tampubolon, Teknik Zayadi Hamid, Pembantu Teknik, Marusin Lojok dan Karsian, Pembantu Umum, M. Thahir Hasyim. Pensehat Kaptem TM Sinulingga dan Kantor Tarigan.

Saat terbentuknya kepanitiaan itu, dua penggagas awal, yakni Kapten TM Sinulingga dan Maruto Poniran, ternyata telah bekerja mendahului kepanitiaan. Mereka mengumpulkan dana untuk pembangunan tugu melalui berbagai usaha dengan kerja keras dan semangat heroik. Keduanya, memprediksi, untuk pembangunan tugu dibutuhkan dana sekira Rp50.000, yang kala itu jumlahnya tidak sedikit.

Maruto Poniran, misalnya melakukan kegiatan pertunjukan keliling ke perkebunan sekitar kota itu. Pria etnis Jawa bertampang indo itu, menggandeng kesenian ‘wayang wong’ pimpinan Ibu Sayuti dan Mas Tukul dari Kampung Beringin, Sinaksak, Simalungun. Dana dari hasil pertunjukan itu mereka kumpul sekeping demi sekeping. Untuk kegiatan itu, terkadang pria berprofesi wartawan Harian Patriot itu, tidak pulang dan harus menginap di lokasi pertunjukan, dengan meninggalkan keluarga. Bahkan, panitia sempat pula melaksanakan malam kesenian dari RRI Medan pimpinan Lili Suhairi di gedung Chung Ho Bandar Sono (sekarang bangunan itu sudah tidak ada).

Sedangkan Kapten TM Sinulingga mengumpulkan dana dengan memborong bioskop untuk show film-film tertentu. Kegiatan itu ditangani dua aktifis Palang Merah Indonesia M. Idris dan M. Rasyid. Salah satu film yang banyak menghasilkan dana adalah pemutaran film “Oh Turang.” Dari berbagai kegiatan itu, keduanya berhasil mengumpulkan dana awal Rp20.000.

Medio Januari 1958, panitia melakukan sayembara pembuatan gambar tugu perjuangan dan mendapat respon masyarakat. Hingga tenggat waktu yang ditentukan, terkumpul 17 naskah gambar tugu. Panitia pun melakukan penilaian. Terpilihlah tiga gambar tugu, juara I atas nama Ruslan L Hasan warga Tebingtinggi, juara II AK Markoni warga Medan dan juara III A. Kamil warga Medan. Panitia menetapkan, sketsa yang digunakan adalah milik juara I Ruslan L Hasan. Para pemenang mendapat hadiah masing-masing Rp500, Rp300 dan Rp200. Sketsa pemenang I disempurnakan oleh Karsian yang duduk sebagai Pembantu Teknik di kepanitiaan

Pembangunan tugu perjuangan rencananya dimulai pada Maret 1958. Panitia menyerahkan seluruh kegiatan pembangunan kepada seksi yang telah ada. Seksi pembangunan pun melakukan beberapa kali rapat untuk mematangkan rencana bangunan.. Diperoleh kesimpulan, pembangunan tugu membutuhkan dana Rp60.000. Salah satu penyebab membengkaknya biaya, karena pengadaan peralatan pengangkutan air. Air untuk pembangunan harus diambil dari sungai Padang, karena air water leiding tidak bisa digunakan. Penyebabnya, air water leiding memiliki kandungan belerang tinggi, sehingga dikhawatirkan merendahkan kualitas bangunan nantinya. “Bangunan itu rencananya akan diwariskan kepada generasi mendatang hingga ratusan tahun, sehingga tugu itu harus kuat,” tulis Maruto Poniran dalam memoarnya.

Ketika pembangunan akan dimulai, tiba-tiba saja semen yang jadi kebutuhan dasar, hilang di pasaran. Panitia berusaha mendapatkan semen hingga berbulan-bulan, tapi tak berhasil. Terpaksalah, diajukan permintaan kepada Penguasa Perang Wilayah Sumatera dan mendapat pasokan 500 sak dengan harga Rp62 per sak. Tepat pada 13 Juli 1958 pembangunan tugu dimulai. Pemborongnya seorang WNI Tionghoa bernama Ko Kim Tong.

Di atas lahan yang akan dibangun, sebenarnya ada tugu peringatan ‘Korban Pertempuran 13 Desember 1945’ setinggi dua meter. Tugu itu terdiri dari batu marmer dengan ornamen di atasnya berbentuk separuh bulatan di atas kotak sisi empat. Pada saat peresmian, tugu itu dirubuhkan, secara simbolis dilakukan pelaku aksi 13 Desember 1945 M. Thahir Hasyim.

Selama masa pengerjaan tugu, beberapa pejabat kala itu mampir ke lokasi pembangunan dan memberikan bantuan, di antaranya Bupati Deli Serdang Abdullah Eteng. Pengerjaan tugu kebanggaan Kota Tebingtinggi, rampung pada 3 Oktober 1958. Total dana yang dikeluarkan untuk pembangunan tugu mencapai Rp200.000.

Pasca penyelesaian, dilakukanlah acara timbang terima dari dari panitia pelaksana kepada Walikota Tebingtinggi Kantor Tarigan. Upacara penyerahan tugu itu dilaksanakan secara resmi pada 10 November 1958 usai kegiatan peringatan Hari Pahlawan. Peresmiannya berlangsung meriah, karena dilakukan dengan pawai obor, di mana ribuan warga kota dilibatkan. Pemerintah memberikan tanda penghargaan kepada seluruh panitia dan pekerja bangunan.

Kini, tak seorang pun dari panitia itu yang masih hidup. Mereka semua telah lama meninggal dunia. Tapi hasil pekerjaan mereka dalam bentuk Tugu 13 Desember 1945 itu, masih tetap berdiri kokoh. Beberapa kali tugu itu mengalami renovasi, terutama pada bangunan dasar dan pagarnya. Sedangkan tiang tugu yang menjulang setinggi 13 meter itu, masih dalam bentuk aslinya.

Sayangnya nilai sakralitas tugu itu, hingga di usia ke 51 tahun, perlahan mulai sirna karena tak dijaga sebagaimana layaknya. Pada malam tertentu, banyak warga yang bermain di area tugu, bahkan ada di antaranya yang menggunakan area itu untuk tempat hiburan. Semestinya Pemko Tebingtinggi menjaga nilai-nilai sakral yang terbentuk pada bangunan kebanggaan warga Kota Tebingtinggi itu. Kalau tidak kita yang menjaga tugu itu, siapa lagi?

1 comment for "Tugu Peringatan 13 Desember 1945 Diidamkan Sebagai Monumen Perjuangan Hingga Ratusan Tahun"

Anonymous 21 October 2011 at 19:29 Delete Comment
trimakasih seblumnya,,
artikel ini sngt membntu saya,
dlm mngrjakn tgs sya,,
klau bisa muat juga dong tentang peristiwa 13 desember 1945,,