----iklan---- Kepedulian Lingkungan Yang Mahal, Tapi Layak Dihargai - JEJAK KHALIK
Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kepedulian Lingkungan Yang Mahal, Tapi Layak Dihargai




Mungkin tak banyak warga Kota Tebingtinggi yang tahu, betapa di kota mereka ada perusahaan yang memiliki komitmen tinggi terhadap persoalan lingkungan. Perusahaan itu, rela merogoh kocek hingga Rp4 milyar untuk membuat intalasi pengolahan limbah agar lingkungan sekitar, khususnya sungai Padang tidak tercemar. Dana sebesar itu, mereka keluarkan secara bertahap dalam masa 1, 5 tahun. Komitmen perusahaan itu, nyatanya tidak sia-sia karena imbalnya produk mereka bisa diterima di manca negara.

PT Adei Crumb Rubber Factory, di Jalan Imam Bonjol,.Kel. Satria, Kec. Padang Hilir, memasuki usia ke 54 sejak berdiri pada 1955, menyadari ternyata investasi mereka di bidang pemeliharaan lingkungan tidak sia-sia. Kini, produk crumb rubber mereka menjadi rebutan berbagai perusahaan manca negara. Bahkan, perusahaan sekelas Good Year juga memesan produk crumb rubber dari PT Adei. Dengan kapasitas produksi 100 ton per hari, perusahaan kepanjangan dari “Aceh Deli Eksport Import” itu, mampu bertahan ditengah persaingan usaha yang ketat.

Hal itu terungkap, saat Kepala Kantor Lingkungan Hidup Kota Tebingtinggi Ir. Lelo Lopulisa Haloho, MSi, mengunjungi perusahaan itu, Selasa (24/11). Lopulisa didampingi konsultan pembuatan Ipal serta seorang rekan dari lembaga penelitian lingkungan, langsung melihat Ipal PT Adei.

Salah satu kiat dari PT Adei dalam melanggengkan usahanya, kata Wakil Manager Trisno Hadi, adalah komitmen mereka pada pemeliharaan lingkungan. “Ini persyaratan mutlak jika ingin produk kita diterima di berbagai negara tujuan eksport,” tegas Hadi. Dicontohkan, Negara China menjadikan persyaratan pengelolaan lingkungan, sebagai hal pokok. Jika mereka ingin membeli produk suatu perusahaan, yang pertama kali ditanyakan, apakah perusahaan itu punya instalasi pengolahan limbah atau tidak, kata dia. Jika tidak ada, mereka akan langsung menolaknya. Begitu juga dengan Jepang, Korea, Taiwan serta negara-negara Uni Eropah, tutur Hadi.

Bahkan tidak itu saja, produk yang akan dieksport harus pula steril. Itu sebabnya, produk akhir crumb rubber sebelum pengepakan harus diperiksa menggunakan mesin deteksi logam. “Jika pada produk itu sesudah sampai di negara tujuan, ternyata bermasalah, pasti semuanya ditolak. Itu sebabnya, kami sangat hati-hati,” tandas Hadi. Salah satu perusahaan yang pesanannya tengah dipenuhi PT Adei, hari itu, adalah pesanan perusahaan raksasa Korea Hankook.

Hingga kini, produk PT Adei tidak pernah mendapat komplain dari rekanan mereka di manca negara. Hanya, belakangan perusahaan yang mempekerjakan 250 lebih karyawan itu, mulai kesulitan bahan baku karet. Penyebabnya, kata Hadi, saat ini perkebunan karet rakyat banyak yang beralih ke sawit. Sehingga, harga bahan baku karet mulai mahal. PT Adei mendapat pasokan bahan baku dari berbagai daerah, mulai NAD, Sumut, Sumbar dan Riau bahkan Jambi.

Hung Peng, 40, sebagai Bagian Pengendali mutu PT Adei, menuturkan kesadaran pembuatan Ipal sudah ada sejak awal perusahaan itu didirikan. Namun, karena saat itu belum ada ketentuan yang jelas, semua upaya pemeliharaan lingkungan dilakukan dengan kebijakan sendiri, sehingga tidak maksimal.

Baru, pada 1995 berbagai ketentuan tentang pelestarian lingkungan hidup mulai menguat. Komitmen terhadap lingkungan, kata Hung Peng, dilakukan dengan membuat Ipal secara bertahap. “Kami melakukannya dalam waktu 1,5 tahun. Sejak 1995 dan selesai 1997,” ungkap dia. Ipal perusahaan itu, mengolah limbah melalui delapan kali proses filterisasi, hingga kemudian air limbah steril. Pada kolam terakhir, terlihat ikan mas, nila dan mujair bisa hidup. Air steril itu, kemudian dialirkan untuk dimanfaatkan kambali dan selebihnya mengalir ke sungai Padang..

Tidak hanya limbah air, PT Adei juga mengendalikan limbah B3 dan emisi udara. Pengendalian limbah B3 dilakukan dengan memanfaatkan limbah itu untuk keperluan perusahaan sendiri, misalnya untuk pelumas mesin-mesin. Sedangkan emisi udara juga dilakukan pengendaliannya sedemikian rupa.

Tidak sampai di situ perusahaan ini juga mengikuti program penilaian kinerja perusahaan alias Proper. Hasilnya, PT Adei masuk dalam kategori perusahaan dengan label biru. Artinya, perusahaan ini berada di level tengah dari penilaian Proper yakni emas, hijau, biru dan hitam.

Terkait hal itu, Kakan LH Ir. Leo Lopulisa, MSi, memuji perusahaan eksport crumb rubber itu. Lopulisa mengatakan, PT Adei bisa dijadikan perusahaan sejenis sebagai contoh dalam kegiatan pemeliharaan lingkungan. “Saya katakan perusahaan ini sudah memadai dan harus jadi contoh,” kata dia. Di Kota Tebingtinggi, tutur Lopulisa, ada dua perusahaan lain yang belum membuat atau menyempurnakan Ipal, yakni PT Darmasindo Inti Karet dan PT Batanghari Tebing Pratama.

Pada kunjungan ke PT Darmasindo Inti Karet, perusahaan itu juga telah memiliki komitmen untuk membuat Ipal. Bersama konsultan Ipal, perusahaan itu menunjukkan area lahan yang rencananya sebagai lokasi Ipal perusahaan. Sedangkan PT Batanghari Tebing Pratama, telah berjanji akan segera merehabilitasi Ipal mereka dalam tempo satu tahun ke depan. Demikian juga dengan UD Sumatera Tapioka sudah memiliki niat untuk membuat Ipal. “Kita tunggu saja, apa realisasi niat itu,” tandas Lopulisa.

Ternyata, meski upaya pemeliharaan lingkungan relatif mahal, tapi upaya itu sangat dihargai. Pada akhirnya, komitmen lingkungan justru menjadi modal kuat langgengnya sebuah perusahaan. PT Adei telah merasakan manfaat dari itu. Jadi tunggu apalagi, saatnya semua perusahaan di Kota Tebingtinggi peduli lingkungan.

Post a Comment for "Kepedulian Lingkungan Yang Mahal, Tapi Layak Dihargai"