Pesantren Silau Dunia dan Keberadaan Syekh Silau
Inilah kali pertama, kaki menjejak di tanah Kebun Silau Dunia. Meski sejak kanak-kanak nama itu akrab ditelinga. Perkebunan yang berada dibawah manajemen PTPN III Medan itu, terletak di Kec. Silau Kahaean, Kab. Simalungun, berjarak sekira 40 Km dari Kota Tebing Tinggi arah Barat, masuk dari Simpang Kerapuh, Kec. Dolok Masihul, Kab. Serdang Bedagai. Kata ‘silau’ sangat bermakna dalam perjalanan historis etnis Simalungun, sebagai nama salah satu dari empat kerajaan yang pernah ada di wilayah itu.
Tapi, kali ini bukan sejarah itu yang menggoda. Di perjalanan bersama sejumlah rekan, ruang pikirku bertemu dengan satu pesan; “jika ke Silau Dunia coba cari seorang kyai bernama Syekh Silau. Beliau dulunya ulama terkenal tempat orang sering berkunjung untuk berbagai keperluan.”
Ketika menjejak emplasment perkebunan, mata kami celingukan mencari orang yang bisa menunjukkan arah, ke mana harus menyusuri nama itu. Di satu warung pinggir jalan kami mendapat informasi, sekitar 200 meter ke dalam, ada pesantren. “Tanya saja di sana, mungkin mereka tahu, “ kata sumber kami.
Tiba di halaman pesantren, keadaan sunyi. Maklum saja, hari Minggu memang tak ada kegiatan belajar mengajar di pesantren itu. Terlihat, sekelompok kaum ibu berjilbab mengaso di halaman ruang kelas berjejer dan bercat putih bersih.. Diselidiki, ternyata kelompok kaum ibu itu, keluarga santri yang nyantri di pesantren itu.
Kami diarahkan salah seorang ibu bertemu dengan pengelola pesantren. Dengan agak ragu, saya bertemu dengan pengelola pesantren itu, di bangunan sekelas gubuk yang dijadikan perpustakaan pesantren. Ada kesan aneh menyeruak, sesaat bertemu dengan pengelola pesantren itu.
Bagaimana tidak, sang pengelola ternyata masih muda, sekira 27 tahun. Lebih aneh lagi, anak muda yang belakangan diketahui sebagai pimpinan harian Pesantren Nurul Iman itu, berambut gondrong sebahu, dipadu dengan topi lobe, kaus tangan panjang dan kain sarung..”Penampilan tak biasa,” pikirku, sembari mengingat kelompok keagamaan di Pariaman, Sumbar, yang seluruh sistem keberagamaannya berbeda dengan mainstream yang ada. Misalnya dalam penetapan awal Ramadhan maupun hari raya Idul Fithri..
Mengenalkan diri sebagai wartawan Waspada, langsung saja sejumlah pertanyaan meluncur deras ke arah pimpinan pesantren itu. Respon pun mengalir kencang dari Afriadi Al Tafseliyah, begitu nama anak muda pengasuh pesantren itu. “Sejak lama kami memang berharap ada wartawan yang datang. Maklum terlalu jauh dari kota,” kata Afriadi.
Menurut dia, Pesantren Nurul Iman itu, beraliran Salafiyah. Dibangun pada 1993-1994 dengan bantuan sejumlah donatur dan dikelola mandiri. Saat ini, pesantren yang berada dibawah Yayasan Nurul Iman, mengasuh Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah serta SMK B. Total siswa yang menimba ilmu di pesanten itu mencapai sekira 300 orang. Dari jumlah itu, separuhnya mondok sebagai santri, selebihnya tidak. Meski berada jauh dari kota, tapi santri yang bergelut dengan ilmu keagamaan, umumnya dari luar daerah. Mereka, berasal dari Tebing Tinggi, Tapsel, Asahan, Medan, Lubuk Pakam, Stabat, bahkan ada yang dari Pekan Baru, Riau.
Tenaga pengajar pesantren itu berjumlah 19 orang dari berbagai latar belakang ilmu. Sembilan di antaranya tinggal di lingkungan pesantren. Pimpinan Pesantren Nurul Iman dipegang Drs. H. Nahrawi Yusuf, SH, warga Medan. Beberapa tokoh yang dikenal dekat dengan pesantren itu, di antaranya Drs. Eddy Sofyan, MAP yang juga Kadis Infokom Pemprovsu.
Sistem dan suasana pembelajaran Pesantren Nurul Iman, tak ada beda dengan pesantren lain. Berada di atas lahan seluas 1 Ha yang merupakan pinjam pakai dari pihak PTPN III, di atasnya terdapat bangunan masjid, lokal belajar yang berjejer, lapangan olah raga, gubuk tempat tinggal santri dan santriwati dibelakang bangunan utama. Para santri memulai aktifitasnya setiap hari pukul 04.30. Usai Shubuh, para santri mengaji Al Qur’an hingga pukul 06.00. Kemudian kembali ke barak masing-masing menyiapkan diri untuk mandi, sarapan dan kegiatan pribadi. Pukul 07.30-12.00 semua santri mengikuti pelajaran umum layaknya di madrasah aliyah.
Pukul 14.30 hingga Ashar, santri mempelajari kitab kuning (qira’atul kutub), berlanjut hingga pukul 17.30. Selesai maghrib, melaksanakan murattil Qur’an hingga Isya masuk. Berlanjut sampai pukul 21.00. Kemudian ditambah dengan berbagai kegiatan ekstra, di antaranya belajar pidato, berorganisasi hingga kegiatan ketrampilan. “Di sini tak ada waktu yang terdiam, semua dimanfaatkan,” kata ustadz gondrong itu.
Mengikuti sistem Salafiyah, pesantren itu juga murni bersifat sosial. Banyak di antara santri berasal dari keluarga kurang mampu. Terhadap mereka, pihak pesantren memberlakukan kewajiban istimewa, bahkan ada di antaranya yang belajar gratis. Pun demikian, diakui terkadang pesantren mengalami kesulitan pendanaan. “Prinsipnya pesantren dikelola secara mandiri, sehingga memang menerima bantuan,” kata Afriadi.
Disela perbincangan, diungkit adakah hubungan pesantren itu dengan ulama terkenal bernama Syekh Silau. Afriadi menegaskan, ada hubungannya meski tak kental. Ternyata, makam Syekh Silau berada persis di bawah bangunan pesantren. Kini kediaman Syekh Silau ditempati salah seorang anak ulama sufi itu. Sedangkan makamnya, berada sekira 50 meter dari kediaman itu dan masih terus diziarahi masyarakat. Anak ulama sufi itu, pernah menjadi pimpinan yayasan mengelola pesantren. Tapi kini tidak lagi.
Hingga kini, santri pesantren Silau Dunia masih mendatangi kediaman Syekh Silau yang berada ‘dibawah’ bangunan pesantren. Mereka berguru dengan anak ulama sufi itu, bernama Ahmad Turmudzi. Terutama persoalan-persoalan keagamaan dan kitab kuning. Tak banyak informasi yang berhasil disadap soal kiprah ulama yang wafat pada 1978 itu, karena ahli warisnya tidak berada di tempat. “Bapak ke Medan,” ujar salah seorang cucu ulama itu. Hanya sekilas, Syekh Silau bernama asli Haji Muhammad Said gelar Syekh Haji Muda Silau. Ulama itu, belajar agama di banyak pesantren Banten dan menjejakkan kakinya di Silau Dunia sekira 1940. Di daerah itu, ulama ini menyebarkan dan mengajarkan Islam kepada masyarakat sekitar. Info itu, masih sepotong dan tak utuh. Tapi ada janji suatu saat kami akan ke sana lagi. Abdul Khalik
10 comments for "Pesantren Silau Dunia dan Keberadaan Syekh Silau"
Disana MasyaAllah
Saya merasakan karomah karomah beliau