----iklan---- Berkumpul, Berharap Disholatkan 40 Warga Kala Meninggal - JEJAK KHALIK
Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Berkumpul, Berharap Disholatkan 40 Warga Kala Meninggal




Berkumpul dalam satu wadah dengan niat bisa mensholatkan rekan yang meninggal sebanyak 40 orang atau lebih, mungkin belum pernah terpikirkan kebanyakan kaum Muslimin. Padahal, seperti Hadist Rasulullah, seorang Muslim yang meninggal dunia, kemudian disholatkan 40 Muslim beriman, niscaya jenazah itu akan terbebas dari siksa kubur.Umumnya, banyak wadah perkumpulan yang muncul, hanya bertujuan kepentingan duniawi semata

Tapi setahun yang lalu, berkumpul untuk tujuan ukhrawi itu, mulai dirintis para pendiri Persatuan Tolong Menolong “Al Ikhlas” Kota Tebing Tinggi. Hingga kini, PTM yang terbentuk sekira 15 bulan lalu itu, masih berkutat pada upaya saling membantu dalam urusan jemaah yang meninggal dunia maupun yang sakit. Ketika ada anggota PTM yang meninggal, sebagian besar anggota akan datang bertakziah. Kemudian mereka beramai-ramai mensholatkan jenazahkan anggota itu, sedangkan biaya
pengkebumiannya ditanggung PTM. “Biasanya, masjid yang ada tak mampu menampung anggota PTM yang ikut sholat, sedang ahlul bait tak dihantui biaya pemakaman,” kata Ketua PTM Al Ikhlas Swanto Ruslan.

Diakui, tujuan sederhana itu hingga kini mendapatkan simpati besar masyarakat, khususnya kalangan menengah ke bawah. Tercatat anggota PTM Al Ikhlas mencapai 1.429 kepala keluarga di seluruh Kota Tebing Tinggi, atau sekira 7.500 orang. Umumnya, memang berasal dari kalangan menengah ke bawah. Tapi banyak juga di antaranya dari keluarga mapan.”Saat ini pertambahan anggota sudah masuk hitungan jam,” tegas Swanto, di acara memasuki kantor baru PTM Al Ikhlas, di komplek Ruko Jalan Diponegoro, Kel. Pasar Gambir, Kec. Tebing Tinggi Kota, Minggu (29/3). Hari itu saja, tercatat belasan warga mendaftar sebagai anggota.

PTM Al Ikhlas mewajibkan setiap anggotanya membayar infak per orang Rp5.000 per bulan. Dengan infak wajib itulah manajemen PTM dijalankan. Sedangkan untuk kebutuhan lain, infak sukarela dijalankan kepada anggota. Salah satu dari wujud kebersamaan itu muncul, ketika semua anggota membayar infak sukarela Rp10 ribu per orang untuk sewa kantor baru senilai Rp15 juta. Hanya dalam hitungan enam bulan, infak sewa kantor itu terlunasi. Ke depan pihaknya juga merencanakan pengembangan sayap kegiatan dengan membentuk koperasi. “Draftnya sudah kita siapkan,” kata dia.

Ribuan warga PTM Al Ikhlas berasal dari berbagai kelurahan. Mereka dipertemukan dalam acara pengajian bersama satu bulan sekali. Simbol jemaah PTM Al Ikhlas juga terlihat jelas, di mana setiap anggota (pria dan wanita) diwajibkan memakai pakaian putih-putih kala ikut pengajian. Lokasi pengajian selalu berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Ketika acara pengajian berlangsung, mereka pun mendapatkan siraman rohani dari mubaligh yang berganti-ganti.

Usai pengajian, ribuan jemaah itu melaksanakan infak dan saling bercengkerama satu dengan lainnya. Penutup pertemuan itu, dijalin dengan makan bersama, di mana satu keluarga berbagi panganan dengan keluarga lainnya. Selanjutnya bersalaman dan pulang ke kediaman masing-masing. Rutinitas pertemuan itu telah berlangsung belasan kali dan menimbulkan kesan tersendiri. “Setiap acara begini, sekira dua pertiga anggota datang, kecuali memang ada halangan tak bisa ditolak,” ungkap Swanto.

Begitu pun, di kalangan pengurus teras PTM Al Ikhlas ada semacam yurisprudensi yang tak boleh dilanggar. Perkumpulan tolong menolong itu, tidak boleh berkaitan dengan politik, atau boleh disebut anti aktifitas politik. Meski banyak di antara anggotanya merupakan aktifis politik dari berbagai Parpol. Bahkan, ada puluhan anggotanya saat ini menjadi Caleg Pemilu 2009 dari berbagai Parpol. Tapi saat berkumpul di PTM, simbol-simbol politik itu dilenyapkan sama sekali. Hingga kini, pantangan itu diberlakukan dengan ketat. “Ketegasan soal itulah yang membuat kami hingga kini bisa berjalan sinambung,” tegas Swanto.

Menurut dia, selama PTM Al Ikhlas berdiri setidaknya ada beberapa momen politik yang berhasil mereka lalui tanpa menimbulkan persoalan. Yakni momen Pilpres, Pilgubsu dan Pemilu 2009. “Jika ketiga momen politik itu bisa dilewati dengan mulus, kami akan berhasil dengan misi pure social,” kata dia.

Mempertahankan independensi dengan menjauhi politik hingga kini memang berhasil. Entah nanti, karena godaan itu akan selalu datang dan menguat. Mudah-mudahan PTM Al Ikhlas bisa terus menjaga idealisme a-politik itu. Semoga saja … abdul khalik

Post a Comment for "Berkumpul, Berharap Disholatkan 40 Warga Kala Meninggal"