----iklan---- Kurma Ajwah, Buah Anti Sihir Dan Racun Karena Doa Rasul - JEJAK KHALIK
Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kurma Ajwah, Buah Anti Sihir Dan Racun Karena Doa Rasul


KURMA Ajwah. Begitu Rasulullah Saw memberi nama buah khas padang pasir itu, ketika beliau diminta para sahabatnya untuk menanam salah satu jenis pohon kurma. Bahkan, buah kurma itu semakin istimewa, karena Rasul sampai berkomentar (hadis) terkait dengan buah itu. Sabda Rasulullah Saw; “Barangsiapa yang memakan tujuh butir kurma ajwah pada pagi hari, maka pada hari itu dia tidak akan terkena racun maupun sihir.: (H.R. Bukhari No.5769 dan H.R. Muslim No.2047).
Dalam Asbab al Wurud (sebab-sebab turunnya hadis) diceritakan bahwa penamaan kurma itu oleh Rasulullah berdasarkan nama anak  seorang sahabat Salman Al Farisi bernama Ajwah. Ajwah, adalah serorang Nasrani yang masuk Islam. Kemudian, Ajwah menginfakkan kebun terbaiktnya untuk perjuangan Islam. Atas jasanya menafkahkan kebun itu, Rasulullah kemudian mengabadikan nama Ajwah melalui buah kurma yang ditanamnya.
Beberapa ulama juga memberikan komentar terhadap keberadaan kurma ajwah itu. Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullaah menukilkan perkataan Imam Al-Khathabi tentang keistimewaan kurma Ajwah : “Kurma Ajwah bermanfaat untuk mencegah racun dan sihir dikarenakan do’a keberkahan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap kurma Madinah bukan karena dzat kurma itu sendiri.” Sedangkan Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullaah dalam kitabnya ‘Ath-Thibb An-Nabawi’; “Al-Maf’uud adalah sakit yang menyerang bagian liver (hati)”. Dan kurma memiliki khasiat yang menakjubkan untuk menyembuhkan penyakit ini (dengan izin Allah), terutama sekali kurma dari Madinah, khususnya jenis Ajwah. (Pembatasan pada) jumlah tujuh itu juga mengandung khasiat yang hanya diketahui rahasianya oleh Allah.
Dari sejumlah informasi, kurma ajwah ini juga memiliki proses tumbuh dan berbuah yang menarik. Dari satu sumber disebutkan, pohon kurma ajwah akan berbunga disaat Madinah dilanda iklim dingin paling ekstrim, namun singkat yakni sekira dua jam saja. Di mana ketika iklim itu datang, tak ada seorang pun warga Madinah yang berani keluar. Bupati Asahan H. Taufan Gama Simatupang, dalam suatu perbincangan, mengaku pernah mengalami kejadian itu, yang berakibat kakinya pecah-pecah akibat sengatan dingin dimaksud. “Saat itulah pohon kurma ajwah berbuah,” terang Taufan.
Lalu, ada pula masa di mana Madinah mengalami cuaca panas ekstrim, sehingga tak seorang pun yang berani keluar. “Muka kita ini seperti terbakar dan pandangan kita kabur, tapi saat itulah kurma ajwah masak dan bisa dipanen,” terang Taufan Gama lagi yang sejak 1995 mondar mandir menjalani umrah dan haji.
Kurma itu, hingga kini menjadi ikon kota Madinah sejak di masa Rasul. Tak seorang pun jemaah yang datang ke Madinah mengabaikan buah satu ini, meski tak mampu membelinya karena harganya selangit, tapi paling tidak mereka bebas mencicipinya, ketika berada di lokasi penjualan aslinya. Kurma Ajwah memang lain jika dibanding kurma biasa. Bagi mereka yang sering merasakan buah kurma, di lidah kurma Ajwah terasa amat manis dan tekstur dagingnya lembut dengan sedikit serat. Warnanya juga terlihat hitam pekat, sedangkan bijinya lebih kecil serta kulit luarnya lembut.
Harus diakui, harga kurma itu cukup mahal. Ketika Waspada dan jemaah umrah PT Siar Haramain Internasional berkunjung ke salah satu pusat penjualannya, pekan lalu, pedagang menawarkan harga 80 rial/kg. Jika harga 1 rial mencapai Rp3.700, maka bisa dihitung, harga per kilo kurma ajwah mencapai ratusan ribu rupiah. Pun demikian banyak jemaah yang membelinya. Namun, ada juga kurma Ajwah seharga 65 rial/kg meski buahnya agak kecil dibanding yang utama.
Kunjungan ke sentra penjualan kurma ajwah, merupakan salah satu program kunjungan jemaah umroh di Madinah disamping beberapa lokasi lainnya, sebelum melaksanakan ibadah umrah di Makkah Al Mukarramah. Jemaah diajak melihat Jabal Uhud, tempat di mana 70 syuhada syahid dalam Perang Uhud, termasuk paman Rasulullah Saw Hamzah bin Abdul Muthalib. Kunjungan lain, yakni Masjid Quba’ yakni masjid pertama yang dibangun Rasul,  selain melihat Masjid Qiblatain, sebagai tempat terjadinya peralihan kiblat dari Masjidil Aqsa ke Masjidil Haram. Begitu pula jemaah berkesempatan melihat komplek pemakaman Baqi.
Di Makkah al Mukarramah, usai melaksanakan thawaf dan sa’i sebagai rukun dalam pelaksanaan umrah, perjalanan menziarahi sejumlah lokasi bersejarah, juga dilaksanakan. Misalnya, mengunjungi Padang Arafah dan Jabal Rahmah, melihat tempat wukuf yakni Mina. Selanjutnya menuju masjid Jakronah untuk miqat bagi jemaah yang ingin mengulang pelaksanaan umrah.
Di antara seluruh lokasi berziarah ke berbagai tempat itu, ada pemandangan yang menarik, bagaimana pasar tempat berdagang tumbuh di sekitar lokasi berziarah itu. Tak berbeda dengan di sini, para pedagang asongan dan mikro memanfaatkan suasana keramaian itu dengan sangat antusias. Dari berbagai lokasi berziarah itulah, jemaah bisa membeli barang oleh-oleh untuk dibawa pulang dengan harga miring. Mereka tidak pernah berharap bisa belanja di Makkah, karena kota suci itu kian materialistis.

Di kawasan Jakronah, Waspada sempat ditawari menikmati makanan asli Arab, berupa kari kambing dan roti gandum dibakar. Bupati Asahan H, Taufan Gama Simatupang mentraktirnya bersama rekan lain Sinur Sampang Manik, tapi lidah tak bisa kompromi, sajian makan siang terpaksa tertolak. Di lokasi itu pula, jemaah bisa menyaksikan tempat penjualan daging unta asli. Seluruh bagian hewan asli padang pasir itu terlihat bergantungan menunggu pembeli. Meski tempat penjualan daging unta itu hanya ruko kecil, tapi lokasinya bersih, karena proses pemotongan unta dilakukan dengan mekanisasi.
Terkait ziarah dalam rangka umrah itu, Waspada sempat berdiskusi dengan bupati Asahan H. Taufan Gama Simatupang. Andai saja ziarah itu digunakan untuk menambah pengetahuan, semisal menungjungi museum Madinah dan Makkah, atau mengunjungi universitas terkenal di Makkah semisal Universita Ummul Qura’ mungkin akan lebih bernas bagi jemaah. Namun, ternyata ziarah itu sendiri sudah diatur sesuai dengan visa yang diajukan ke Kedubas Arab Saudi, sehingga jemaah tidak bisa sembarangan melakukan ziarah ke berbagai tempat. Agaknta, hal-hal seperti ini bisa dipikirkan oleh para penyelenggara umrah dan haji agar ziarah itu bisa menambah wawasan jemaah yang ikut.
Hari terakhir di Makkah, jemaah pun bergerak di Jeddah. Jemaah kami tetap mengikuti jalur lama, yakni dari KNIA menuju Kuala Lumpur dan terus ke Jeddah menggunakan pesawat air bus MAS (Malaysian Air Servis), begtiu juga ketika kembali pulang. Di Jeddah, ada hal yang disukai jemaah asal Indonesia, yaitu berbelanja di kawasan Balad.  Kawasan ini merupakan sentra perdagangan yang umumnya melayani jemaah haji dan umrah asal Indonesia. Di kawasan ini, banyak jemaah menghabiskan dana hingga jutaan rupiah. Seperti di tempat lain, pedagang welcome dengan rupiah, mereka bisa menerima dengan penyesuaian kurs ke rial.
Jenis barang yang ditawarkan juga beragam, tergantung minat kita mau beli oleh-oleh apa yang dipesankan. Pasar Balad memang terkenal sebagai pasar murah, sampai-sampai merek toko di kawasan ini menggunakan kata ‘murah’ seperi toko ‘Sulthan Murah’ atau toko ‘Ali Murah.’ Memang ketika dicoba rata-rata harga barang untuk oleh-oleh pulang berkisar antara 5-10 rial, meski ada juga antara 20-50 rial. Di atas pesawat air bus MAS yang mengantar kami pulang, doa masih terlantunkan agar tahun-tahun mendatang Allah Swt kembali memanggil untuk berkunjung pada kedua tanah haram itu. Abdul Khalik



Post a Comment for "Kurma Ajwah, Buah Anti Sihir Dan Racun Karena Doa Rasul"