Belajar Dari Spiritualitas Umrah "Buya" Bupati

Saat bertemu di Bandara KNIA sebelum
keberangkatan, hanya terjadi salam dan sapa untuk berkenalan satu dengan
lainnya. Meski beberapa hari sebelumnya sudah diberitahukan Pemred penulis,
bahwa bersama rombongan disertai Bupati Asahan dan istri. Selama didalam
pesawat suasana juga berlangsung adem. Baru ketika berada di Madinah, suasana
keakraban antara jemaah mulai terjalin.
Agaknya tak banyak yang tahu,
keberangkatan H. Taufan Gama Simatupang melaksanakan umrah kali ini, adalah
yang kesekian kali, dimulai sejak 1995 hingga kini. Dalam rentang waktu sekira
19 tahun, hampir setiap tahun sosok bupati ini pergi umrah dan haji. Ada tiga kali
melaksanakan haji selebihnya umrah dan hanya sekira tiga kali saja, sang bupati
itu, tidak pergi. Dengan jangka waktu yang demikian, dipastikan Taufan Gama
memahami denyut nadi dua tanah haram yang sangat dimulakan umat Islam itu dari
tahun ke tahun.
Bahkan, mungkin sedikit pula yang
tahu betapa kecintaan Bupati Asahan itu terhadap Makkah dan Madinah,
menggerakkannya untuk setiap tahun pula memberangkatkan dan membiayai
masyarakatnya pergi umrah dan haji. Tahun ini saja, Taufan Gama, dari informasi
memberangkatkan 10 jemaah umrah melalui biaya pribadinya. “Itu dilakukan pak
bupati setiap tahun,” ujar Asisten Pemkab Asahan Taufik, yang ikut bersama
istri dan anak menemani Taufan Gama menunaikan umrah.
Proses memberangkatkan umrah dan
haji masyarakatnya juga berlangsung unik. Diceritakan, bupati Asahan itu, sering
turun bertemu dengan masyarakatnya di berbagai tempat. Biasanya dalam pertemuan
itu, Taufan Gama, selalu memperhatikan warga yang ada. Biasanya, diakhir
pertemuan bupati mendatangi seseorang, kemudian menawarkannya untuk berangkat
umrah atau haji. “Beliau selalu mengajak umrah dan haji, setelah menilai warganya itu layak untuk diberangkatkan. Jadi
beliau menilai layak pergi itu dengan hatinya,” tambah Taufik.
Salah satu di antara tujuan umrah dan
haji Taufan Gama, adalah menziarahi makam orang tuanya Almarhum H. Abdul Manan
Simatupang yang juga mantan bupati Asahan. Ayahanda tercinta beliau yang juga
dikenal sebagai pendiri Pesantren Modern Darul Ulum, Kisaran, meninggal di
Makkah dan dimakamkan di Ma’la. Sedangkan tujuan utamanya, adalah proses
spiritualitas untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. “Kalau sudah berada di
tanah haram, hati dan perasaan tenang. Itu yang menggerakkan saya terus datang
ke sini,” ujar Taufan, saat berbincang menjelang kepulangan ke tanah air.
Dalam perbincangan lain, Taufan
Gama, mengungkapkan seringnya berangkat pergi umrah dan haji ketika punya hajat
besar dan berharap Allah Swt mengabulkan hajatnya itu. Penulis H.
Prabudi Said, sang bupati mengakui salah satu di antara hajat terbesarnya
adalah bermohon agar diberikan istri yang sesuai keinginannya. “Alhamdulillah,
hajat itu makbul dan mendapatkan istri sesuai dengan harapannya,” ujar Pemred
dalam satu perbincangan.
Hal lain yang jadi pengalaman
spiritualitasnya saat berada di Masjidil Haram, adalah ketika bermunajat agar
diberikan anak laki-laki, karena sebelumnya hanya mendapatkan dua anak
perempuan dari buah pernikahannya. Munajat itu pun dikabulkan Ilahi Rabbi
dengan memberinya seorang anak laki-laki. “Setelah anak itu berusia tiga bulan,
saya langsung membawanya ke Masjidil Haram dan menyampaikan rasa syukur,”
terang dia, dalam beberapa kali percakapan.
Tak hanya itu, banyak nilai-nilai
spiritualitas yang pernah dialami Taufan Gama Simatupang dalam hidupnya terkait
dengan kecintaannya pada dua tanah haram itu. Allah selalu memberinya jalan
keluar saat diterpa kesulitan, bahkan terkadang melalui pengalaman yang hampir
tak masuk akal. Misalnya, ketika mengikuti Pilkada Kabupaten Asahan perode lalu.
Saat itu, sang calon bupati, kesulitan pendanaan karena memang selama menjadi
wakil bupati berada dalam posisi terpinggirkan.
Entah bagaimana, saat berada di
Jakarta, dia dihubungi perempuan tua mengaku warga Asahan, di mana saat bertemu
terkesan penampilannya tidak meyakinkan secara pisik, bahwa perempuan tua itu
orang berharta. Anehnya, perempuan tua
itu menawarkannya sejumlah besar uang. “Pesannya cuma satu, bangun Asahan dari
sumbangan itu. Dan dia tidak meminta dikembalikan, padahal dana itu milyaran,”
terang Taufan kepada H. Prabudi Said. Dengan dana itulah, dia membiayai dirinya
di Pilkada dan menang. Namun, Taufan Gama mengaku dirinya tidak serakah pada
materi dunia.
Dia, pernah mengalami kejadian aneh,
ketika berada di tanah suci. Saat berbelanja di salah satu market, ketika akan
membayar belanjaan, tiba-tiba disampingnya datang seorang pria Arab dan meminta
segera dilayani. Saat itu Taufan merasa jengkel dan menilai pria itu sombong.
Bagaimana tidak, ketika membayar belanjaan yang tak seberapa, si pria Arab itu
mengeluarkan kredit card gold. “Bertambah besar penlaian dia, pria itu memang
sombong. Timbullah sikap usilnya, dengan meminta pria itu, agar memperlihatkan
kartu kredit gold itu kepadanya.
Anehnya, pria Arab itu
memberikannya. Bahkan, dengan keusilannya Taufan Gama justru meminta agar kartu
itu diberikan kepadanya. Lebih menakjubkan lagi, si pria Arab justu
memberikannya dengan senang hati. Namun, karena berniat usil, Taufan pun
menolak pemberian itu. Ternyata pria Arab itu marah. Si pemberi itu bilang,
jangan mengira dana yang tersimpan di kartu itu tak ada. Lalu pria Arab itu
meminta kasir memperlihatkan berapa dana yang tersimpan. Olala, ternyata dana
yang tersimpan di kartu kredit yang akan diberikan kepada Taufan Gama itu
jumlahnya mencapai 10 juta dolar AS. Setelah tahu nilainya sebesar itu, pria
Arab itu tetap menawarkannya kepada Taufan tanpa syarat apapun juga, tapi sang
bupati tetap menolak. Akhirnya si pria Arab itu pergi, ketika sesaat Taufan Gama membalik ke belakang, pria itu
sudah tak terlihat lagi.
Selama berinteraksi dengan Taufan
Gama, terlihat jelas karakternya sebagai pemimpin. Taufan selalu peduli pada
masalah jemaah dan memecahkan masalah itu. Selalu memperhatikan keadaan jemaah,
meski sebenarnya ada kepala rombongan dari PT Siar Haramain Internasional.
Bahkan, di saat tertentu, dia bisa memberi nasehat bernas kepada jemaah.
Saat d Madinah menjelang
keberangkatan ke Makkah, kami sempat berbincang soal ustadz yang menerima
amplop dalam dakwahnya. Taufan Gama mengatakan sangat tidak setuju dengan
tingkah polah ustadz yang mematok honor jika hendak berdakwah. “Saya tak suka
dengan model ustadz macam gini. Apalagi kalau ada ustadz yang meminta-minta,
biasanya tak pernah saya beri,” tegas dia.
Penulis sempat bereaksi dengan mengatakan saat berdakwah selalu menolak
pemberian amplop dari kenaziran masjid. Justru Taufan Gama memberi nasehat,
tidak boleh menolak pemberian honor secara langsung, tapi lakukan dengan cara
baik, misalnya dengan tetap menerima amplop honor khutbah, tapi selanjutnya
masukkan ke dalam kotak infak. “Itu lebih santun dan terhindar dari sikap
sombong. Bagi si pemberi, lebih sakit memberi tapi ditolak daripada meminta
tapi ditolak,” pesan dia.
Hal lain dari nilai-nilai
spiritualitas umrah H Taufan Gama Simatupang, adalah sikapnya yang senang
bersedekah dan menolong siapa saja. Karakter itu, terlihat dari interaksinya
dengan puluhan jemaah umrah. Dia tidak segan-segan mengangkat barang-barang
bawaan orang lain dengan senang hati. Demikian pula dengan kebiasaannya
mentraktir jemaah untuk makan dan berbelanja bersama dia. Satu hal yang tak
bisa dilupakan pada sosok ini, adalah sense of humor-nya yang tinggi.
Hampir tidak ada jemaah yang pernah bersenda gurau dengannya yang tidak ngakak
lebar, karena guyon sang bupati yang segar.
Ternyata,
sembilan hari bersama bupati Asahan Taufan Gama Simatupang, banyak ibrah
yang bisa diambil dari sosok satu ini. Ingin rasanya keberasamaan itu tak
segera berakhir, namun hidup memang harus berlangsung dengan panggung dan peran
masing-masing. Terima kasih Bang Taufan Gama Simatupang, semoga dalam suasana
lain kita bisa bersama kembali. Abdul Khalik.
Post a Comment for "Belajar Dari Spiritualitas Umrah "Buya" Bupati"