----iklan---- Fenomena Kelulusan CPNS; “Sekali Lancung Ke Ujian …” - JEJAK KHALIK
Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Fenomena Kelulusan CPNS; “Sekali Lancung Ke Ujian …”


Pesta pencarian kerja untuk 2010 usailah sudah dengan diumumkannya hasil seleksi CPNS di berbagai kab/kota di Sumatera Utara. Inilah seleksi terbesar para pemburu pekerjaan di sektor formal, ditengah terus membesarnya angka pengangguran di negeri ini. Ribuan orang yang lulus, mengekspresikan rasa syukurnya dengan berbagai cara. Tapi, ada puluhan ribu pencari kerja lainnya merasa kecewa, karena harapannya kandas.

Dari proses penerimaan CPNS yang berlangsung hampir setiap tahun itu, ada fenomena yang begitu menggelisahkan. Publik, sangat percaya betapa penerimaan CPNS dari dahulu hingga kini, sarat dengan perbuatan korupsi, kolusi dan nepotisme alias KKN. Padahal, pemerintah di berbagai tingkatan terus melakukan perbaikan sistem penerimaan guna memperkecil peluang KKN. Hampir tidak ada lagi publik yang percaya, kelulusan CPNS bisa terjadi tanpa menggunakan praktek KKN. “Saya tak percaya,” ujar H. Alamsyah Nasution, Kamis (22/12), di warung Pentagon, ketika disoal apakah percaya ada CPNS yang lulus murni.

Hal sama dicetuskan Naftali, 53, juru parkir di RSUD Dr.H.Kumpulan Pane Kota Tebingtinggi. “Sejak kecil kita sudah diajarkan korupsi, jadi memang sudah budaya. Apalagi penerimaan CPNS,” cetus dia.

Sudah jadi adagium, warga yang tak punya uang atau koneksi jangan pernah bermimpi jadi PNS, karena hak itu hanya untuk mereka yang memiliki uang atau koneksi di birokrasi. Maka isu-isu sensasional di seputar praktek terselubung bahwa pasaran bisa lulus CPNS mencapai kisaran Rp40 juta hingga Rp100 juta sesuai formasinya, ditelan sebagai kebenaran mutlak oleh publik. Lalu, ketika ada warga yang lulus CPNS secara murni, publik pun tidak mempercayainya.

Syafrida Ningsih, 23, warga Link.04, Kel. Persiakan, Kec. Padang Hulu yang lulus CPNS untuk formasi bidan di Pemko Tebingtinggi, mengalami fakta itu. Ketika pengumuman CPNS mencantumkan namanya dalam daftar kelulusan, tak satu pun orang percaya, dirinya lulus seleksi tanpa menggunakan uang ipit-ipit. “Di kampungku tak ada yang pencaya aku lulus murni,” keluh Ningsih, Rabu (22/12) malam, saat berbincang dengannya. Setiap warga yang ketemu dan mengucapkan selamat, ujung-ujungnya bertanya berapa dana yang disetor dan siapa koneksinya.

Ironinya, tak hanya masyarakat kelas bawah yang punya asumsi demikian, hal sama ternyata sangat kental terjadi di kalangan menengah ke atas. Ketika meleges ijazah di perguruan tinggi tempat Syafrida Ningsih pernah menuntut ilmu, beberapa dosennya bertanya untuk apa meleges ijazah. Saat diterangkan dirinya lulus seleksi CPNS, semua dosen yang bertanya pada mantan mahasiswa mereka itu, terperangah.

Namun, ujungnya mereka menyoal berapa dana yang dikeluarkan dan siapa koneksinya. Bahkan, mereka membandingkannya dengan pekerjaan orang tua bidan yang bekerja di salah satu RS swasta di kota itu. “Ooh anak staf perkebunan, pantaslah banyak duitnya,” ujar seorang dosen, seperti dituturkan Ningsih. Perempuan muda itu, mengaku tertekan dengan asumsi miring masyarakat atas kelulusannya itu.

Hal sedikit berbeda tapi unik, dialami peserta lulus CPNS untuk formasi pranata Humasy Pemko Tebingtinggi atas nama Jaini Purba. Guru honor di salah satu SMKN Kota Tebingtinggi itu, lulus murni dengan mengalahkan belasan lulusan S1 Ilmu Komunikasi berbagai perguruan tinggi umum prestisius. Jaini Purba, 33, hanya mengantongi ijazah S1 Fakultas Agama Islam (FAI) jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) dari Universitas Muhammadiyah Sum. Utara (UMSU). Jurusan ini di UMSU, beberapa tahun belakangan tak ada peminatnya. Bahkan, Jaini mengaku pada suatu kesempatan, dialah alumni terakhir dari jurusan itu di UMSU. “Alhamdulillah saya lulus dan saya mengundang untuk syukuran,” ujar pria dengan gelar akademik Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I), Kamis (22/12), dengan suara jernih terdengar dari handphonenya.

Pria kelahiran Sungai Langgei, Kab. Simalungun itu, lahir dari keluarga tidak mampu. Dia, mulai pendidikannya usai SMA, masuk kursus kader ulama tarjih Muhammadiyah dan Diklat MUI Sumut sambil kuliah S1 di FAI UMSU. Biaya kuliah ditanggung melalui beasiswa dari PW Muhammadiyah Sumut dan UMSU sendiri. Semula, dia pesimis dengan ijazah itu, karena pengalaman selama ini, jurusan KPI di pandang sebelah mata dan tak berpeluang untuk berlaga di seleksi CPNS umum. Namun, ketika lolos mendaftar, Jaini pun berjuang agar bisa lulus.

Syafrida Ningsih dan Jaini Purba, mengaku hanya mengadu kepada Allah, agar bisa lulus. Kedunya, mengatakan usai mendaftar hingga pelaksanaan seleksi, mereka mengamalkan sholat tahajjud dan sholat dhuha sambil bermunajat kepada Allah. “Kami tak punya deking, karena itu berdeking saja sama Allah,” ungkap Jaini.

Gigit Jari

Berbeda dengan keduanya, sejumlah bocoran yang berhasil diperoleh, justru menemukan fakta terbalik. Banyak keluarga pejabat di Pemko Tebingtinggi, bahkan di Pemprovsu yang gigit jari alias gagal dalam seleksi CPNS Pemko Tebingtinggi. Bahkan, disebut-sebut titipan pejabat teras di Pemprovsu dan mantan petinggi birokrasi Pemprovsu pun gagal. Sejumlah sumber, menyebutkan Pj. Walikota memang menerima permohonan dari banyak kalangan di Pemko Tebingtinggi maupun Pemprovsu untuk meluluskan peserta melalui titipan copy nomor ujian. “Copy itu menumpuk di meja walikota,” ujar sumber. Tapi, dari laporan sebagian besar titipan itu tak lulus.

Tak Cuma itu, keluarga Pj. Walikota Tebingtinggi dari penelusuran yang dilakukan, faktanya juga tidak lulus. Hal itu, diakui salah seorang panitia seleksi di Badan Kepegawaian Pendidilan dan Latihan Daerah (BKPPD) Pemko Tebingtinggi. “Kemenakan Pj. Walikota tak ada yang lulus,” ujar sumber. Pun demikian, anak kandung Sekdako Tebingtinggi H. Hasbi Budiman, ternyata lulus dalam seleksi CPNS.

Pj. Walikota Drs.H.Eddy Syofian, MAP, mengatakan asumsi masyarakat yang salah harus diluruskan. “Yang seperti ini harus diluruskan,” ujar dia, saat disebutkan ada CPNS yang lulus, merasa tertekan dengan asumsi salah masyarakat. Banyak kalangan memuji seleksi CPNS Pemko Tebingtinggi relatif bersih dan murni.

Terkait itu, Ketua Dewan Pendidikan Kota Tebingtinggi Prof Drs.H.Darmono, MEd, mengatakan ke depan asumsi-asumsi demikian makin tidak relevan lagi. Semakin lama akan terjadi pergeseran dari uang, koneksi dan deking kepala kualitas SDM. Mulai terbukti sekarang, uang, koneksi dan deking bukan menjadi faktor penting kelulusan seseorang. “Masyarakat sudah harus tahu, bahwa kualitas SDM tak bisa ditawar-tawar lagi sebagai faktor penting keberhasilan orang,” ujar Darmono, di ruang kerjanya.

Pun demikian, sejumlah pandangan analitik mempersoalkan penting tidaknya kemurnian seleksi CPNS. Kelulusan CPNS selama ini tak lepas dari konstelasi sosial yang ada di setiap daerah. Di antara yang terpenting, adalah konstelasi agama dan etnis serta isu putra daerah. Banyak yang berasumsi, seleksi CPNS tidak mesti murni 100 persen. Tapi harus mempertimbangkan agama, etnis dan kedaerahan, guna menjaga kondusifitas masyarakat.

Sebagai contoh, pemerintah daerah harus punya kebijakan untuk tetap melakukan rekruitmen CPNS dengan melihat persentase agama di daerah itu. Melalui persentase itulah, kelulusan CPNS dipertimbangkan. Hal sama, perlu juga dilakukan atas dasar etnis dan putra daerah. “Bagaimana pun hak-hak prerogatif untuk melakukan pertimbangan politis dan kebijakan kontekstual masih diperlukan dalam seleksi CPNS,” ujar seorang tokoh masyarakat.

Pada akhirnya, nasib penerimaan CPNS kita sudah seperti kata pepatah, “sekali lancung ke ujian, seumur hidup orang tak percaya.” Baik kali pun kita buat, jika sejak semula cap penerimaan CPNS sudah sarat dengan KKN, akan sangat sulit untuk menghilangkannya di tengah masyarakat luas.

LULUS CPNS : Warga yang lulus CPNS tengah melakukan pemeriksaan kesehatan di RSUD kota Tebingtinggi. Mereka lulus CPNS diasumsikan tidak lepas dari unsur KKN. Padahal, asumsi itu tak seluruhnya benar. Foto direkam, Kamis (22/12).

Post a Comment for "Fenomena Kelulusan CPNS; “Sekali Lancung Ke Ujian …”"