----iklan---- Antara Tongging Dan Tigaras, Kami Jatuh Cinta - JEJAK KHALIK
Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Antara Tongging Dan Tigaras, Kami Jatuh Cinta




Pesona teluk Tongging di Kec. Merek, Kab. Karo, memang menyiratkan sesuatu yang berbeda jika dibanding dengan daerah tepian lain dari Danau Toba. Suasana Tongging akan membuat pengunjung jatuh cinta dan kelak ingin kembali ke sana. Selain udaranya yang sejuk, suasana Tongging juga masih kuat beraroma pedesaan. Pelancong masih bisa melihat hamparan sawah yang menghijau serta kebun pertanian khas daerah pegunungan. Suasana itu, terlihat ketika mobil Kami menyelusuri bibir perbukitan menuju desa itu dari simpang Merek Sipiso-piso.

Dengarkan ceracau ibu-ibu yang gemas melihat tanaman tomat layu, sudah dipanen. “Sayang kali tomat-tomat itu gak dipanen, bagusan kita yang manen,” ujar seorang perempuan, saat melewati sepetak kebun tomat yang ditinggal petani begitu saja. Memanen buah tomat, bisa jadi acara seru pengunjung daerah Tongging. Cukup menyediakan dana Rp5 ribu, kita bisa memanen sendiri tomat ranum langsung dari pohonnya.

Atau, Anda juga dipersilahkan melakoni pekerjaan petani memetik kol, buncis atau labu jipang yang kebunnya terhampar di kaki perbukitan. Kegiatan memetik jenis sayuran ini, seperti juga memetik jeruk, sambil memandangi keelokan Danau Toba, akan menyebabkan Anda merasakan pengalaman hidup yang baru.

Sunyi dan jauh dari kebisingan, adalah pesona lain dari Desa Tongging. Meski, jalan menuju desa itu terlihat mulus dan lebar, tapi suasana lengang membuat pendatang yang sumpek dengan kebisingan kota, akan bisa mengistirahatkan otaknya. Carilah penginapan kelas melati yang suasananya disiapkan dengan cita suasana pedesaan. Paling tidak “Sibayak Guest House” bisa jadi tempat yang disarankan jika ingin bermalam di Tongging dengan biaya murah.

Di bungalow ini, jangan berharap Anda akan dimanjakan dengan fasilitas bak hotel. Tapi, dengan suasana rumahan desa seadanya. Justru di situ letak nikmatinya. Penginapan ini, hanya menyediakan tempat tidur yang cukup untuk keluarga muda dengan dua anak serta kamar mandi dengan air persawahan yang dingin menggigit. Dalam suasana demikian, dipastikan tidur akan nyenyak, karena gemericik air sungai di tengah bungalow itu mengantarkan istirahat kita bagaikan di suasana hujan semalaman.

Biaya penginapan pun tidak terlalu mahal. Cukup mengeluarkan kocek Rp150 ribu, serta biaya pesan aneka makanan pada pengelola bungalow. Hitung-hitung dengan Rp500 ribu di luar biaya mobil, Anda akan pulang membawa segepok oleh-oleh buahan dan sayuran.

Lain Tongging, lain pula Nagori Tigaras di Kec. Dolok Pardomuan, Kab. Simalungun. Nagori itu punya pantai yang khas, yakni Pantai Garoga. Ketika mengunjungi lokasi itu sepulang dari Tongging, ada perasaan kecewa, karena daerah potensial itu, ternyata memunculkan kesan diterlantarkan. Nagori dengan kemiringan sekira 50 derajat itu, memiliki keistimewaan. Pantainya dipenuhi batu-batu raksasa yang diukir secara alamiah oleh deburan ombak Danau Toba. Terjangan ombaknya ke bibir pantai juga keras, sehingga tempiasnya seakan nyanyian merdu alam memanggil pelancong datang.

Nagori itu, langsung berhadapan dengan tanjung terdepan Pulau Samosir. Di daerah itu pula, terdapat palung terdalam dari salah satu danau terluas di Dunia setelah Danau Victoria di Afrika itu. Tapi potensi itu, belum tergali. Pengelolaan pariwisatanya hanya mengandalkan kemauan warga setempat.

Ray Turnip, 35, salah seorang pemilik lahan di Pantai Garoga, mengaku sejak lama tak ada perhatian, terhadap aktifitas pariwisata di daerah itu. Jalan berliku membelah bibir gunung sejak dua tahun belakangan rusak dan tanpa perbaikan. Sangat berbeda dengan jalan menuju Tongging yang lebar dan mulus. Bus pariwisata berbadan besar, dipastikan akan sulit menyusuri jalan Tigaras. “Bus pariwisata yang biasa gak bisalah masuk, karena jalurnya kecil,” kata Ray.

Makin menyedihkan, sejak lama ada rencana membuka jalur ferry dari Tigaras menuju Simanindo, Kab. Samosir. Tapi, rencana itu tinggal rencana, karena sudah lebih dari 10 tahun, niat itu tak pernah terealisasi. “Padahal, kalau jalur itu dibuka, Tigaras akan ramai dan bisa menandingi Ajibata di Tobasa,” ungkap Ray.

Jadilah pariwisata Tigaras hanya mengandalkan kekuatan setempat. Mereka membuka Pantai Garoga dengan modal dengkul. Membangun tenda-tenda pelancong serta membuka warung seadanya. Bagi warga yang punya modal, mereka membuka rumah makan dan penginapan. Akses pemodalan untuk mengembangkan pariwisata di nagori itu juga tak ada, karena jarak antara daerah itu dengan bank saja sangat jauh. “Di sini yang berkembang credit union la,” kata Ray.

Menuju Tigaras, Anda juga bisa melihat salah satu tugu perjuangan TNI. Dari tugu itu, kita bisa menikmati Danau Toba dari ketinggian 700 M dpl. Dari tugu itu Anda bisa melihat Tanjung Unta yang juga salah satu objek pemandian alam Danau Toba.

Singkatnya, jika pelancong ingin menikmati derasnya terpaan angin serta lukisan alam yang eksotis pada batu-batu granit di bibir pantai. Atau menikmati ikan asli Danau Toba, meskinya Anda menyediakan diri sedikit capek untuk datang ke Nagori Tigaras. Kami memang jatuh cinta dengan Tongging dan Tigaras. Negeri eksotis itu, meskinya menjadi andalan bagi pariwisata Sumut…

TELUK TONGGING : Sunyi senyap dan dingin, merupakan suasana Tongging yang akan membuat siapa saja yang datang akan jatuh cinta. Terlihat Teluk Tongging yang asri dari ketinggian 600 M dpl.

PANTAI GAROGA : Pahatan ombak di batu grabit pinggir Pantai Garoga Tigaras, sungguh memikat. Sayang tak ada tangan pemodal yang coba mengelolanya.

Post a Comment for "Antara Tongging Dan Tigaras, Kami Jatuh Cinta"