----iklan---- Pengrajin Rehal, Terseok Dari Tidak Adanya Perhatian - JEJAK KHALIK
Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pengrajin Rehal, Terseok Dari Tidak Adanya Perhatian


Rehal, wadah tempat meletakkan Al Qur’an. Entah sejak kapan keberadaannya mendampingi kitab suci umat Islam itu. Namun, dalam catatan panjang sejarah, masyarakat Islam mulai dari Timur Tengah hingga anak benua India dan Pakistan serta jajaran pulau-pulau Nusantara, umumnya mengenal benda satu ini.

Meski dalam pemaknaan yang berbeda-beda, rehal memiliki nilai-nilai filosofis dan estetika tinggi yang mewakili tradisi penghormatan terhadap Al Qur’an, pada suatu komunitas muslim. Rehal, diyakini sebagai salah satu khasanah kebudayaan Melayu Islam, yang sejak lama akrab menemani tradisi pengajaran Al Qur’an.

Benda itu, biasanya terbuat dari kayu tertentu yang didesain sedemikin rupa dan dipercantik dengan berbagai ukiran. Bentuk ukirannya, tergantung si pengrajin. Kadang dihiasi tulisan indah bahasa Arab (khat) atau berbagai bentuk ornamen seni dan motif ukiran bernuansa Islami.

Seiring dengan perkembangan teknologi, pembuatan rehal telah berkembang pesat. Demikian pula dengan motif dan ornamen yang menghiasi rehal. Di negara tetangga Malaysia misalnya, rehal telah menjadi industri rumahan yang menghasilkan omset jutaan ringgit.

Tapi tahukah Anda, salah satu pemasok rehal untuk negara tetangga itu, ternyata pengrajinnya ada di Dusun I, Nagori Panduman, Kec. Raya Kahean, Kab. Simalungun. Sejak 1993, Muhammad Suhadi alias Amat Tukir, 37, menggeluti dunia ukir mengukir kayu yang salah satu produknya adalah rehal.

Ditemui di lokasi kerjanya yang sederhana, Rabu pekan lalu, Suhadi sejak lama bersama beberapa pekerjanya memproduksi rehal guna memenuhi permintaan pengumpul (eksportir) rehal berada di Kota Tebingtinggi. Rehal-rehal buatan Suhadi kemudian oleh eksportir itu dikirim ke rekanan bisnisnya di Malaysia dan beberapa negara Islam lainnya. Saat ini, sepengetahuan Suhadi, hanya dia dan pengrajin lainnya di Tanjung Kasau, Kab. Batubara yang tetap membuat rehal.

Dengan peralatan manual, Suhadi bersama lima pekerja outsourcing terdiri dari pelajar SMA, mampu memproduksi sekira 50 hingga 60 sheet rehal per hari. Jumlah itu, bisa tercapai di saat permintaan rehal meningkat, misalnya dua bulan menjelang Ramadhan, setiap tahunnya. Namun, di hari-hari biasa, produksi rehal hanya berkisar 100 sheet per minggu.

Biaya pengadaan bahan baku hingga pengolahan sampai selesai, mencapai Rp16 ribu per sheet. Biaya itu, dikeluarkan untuk pengadaan bahan kayu serta upah pekerja lepas serta biaya transportasi. “Ongkos pengrajin saja untuk satu sheet sampai selesai lima ribu perak,” kata Suhadi. Sedangkan penjualan Rp19 ribu per sheet. Dengan demikian, Suhadi hanya memperoleh untung Rp3 ribu per sheet.

Belakangan, Suhadi mengeluhkan sulitnya mendapatkan bahan baku pembuatan rehal. Kayu yang baik untuk pembuatan rehal, kata dia, adalah kayu jelutung, dosi dan kayu kemiri. Tapi jenis kayu itu, merupakan kayu hutan yang untuk mendapatkannya harus melalui administrasi yang rumit. “Dari ujung kampung sana saja ada kayu mau diambil, mengurusnya minta ampun payahnya,” keluh tamatan SMAN 1 Kota Tebingtinggi itu.

Dikatakan, ada juga saran dari berbagai pihak agar bahan baku rehal itu dicari alternatifnya, dengan memakai kayu sempengan sisa dari industri kayu. Namun, menurut dia, kualitas rehal tak bisa dijamin, karena adanya aroma khas setiap kayu yang bisa saja bermasalah dalam pemasarannya.

Selain itu, karena rehal merupakan wadah tempat kitab suci, maka kesucian bahan baku juga menjadi perhatiannya. Salah satunya, adalah motif hiasan rehal yang tidak lagi menggunakan ayat-ayat suci Al Qur’an. “Sekarang kita cuma bikin motif hiasan saja dan tak pakai kaligrafi,” aku Suhadi didampingi istrinya. Demikian pula dengan bahan baku yang harus dijaga agar tidak terkena najis atau kotoran yang akan merusaknya nilai kesuciannya.

Sayangnya, sejak lama usaha kerajinan rehal “made in Suhadi” itu, sama sekali tak tersentuh perhatian maupun pemodalan. Suhadi mengaku berjuang sendiri alias berdikari. Rehal dan produk ukiran lain, berupa ukiran meja, kursi, tempat tidur, lemari dan lainnya, hanya dibuat begitu saja tanpa terwadahi badan usaha (CV dan semisalnya). Akibatnya, tak pernah ada bantuan pembinaan maupun pemodalan yang diterimanya dari pemerintah.

“Dulu memang ada yang mencatat dan melaporkan akan diberi bantuan, tapi sampai sekarang tak ada,” ujar istri Suhadi. Berurusan dengan bank, Suhadi sama sekali tak pernah tahu. Hal itu bisa dimaklumi, karena jarak desa Suhadi dengan Kota Tebingtinggi berkisar 40 Km. Sedangkan dengan kota Sindarraya Kec. Raya Kahean, berkisar 15 Km.

Suhadi, hingga kini punya impian bisa memproduksi rehal lebih banyak, lebih bagus dan lebih kompetitif. Jika selama ini, dengan peralatan manual bisa memproduksi rehal 60 sheet per hari. Suhadi terobsesi bisa memproduksi rehal mencapai 300 hingga 400 sheet per hari. “Saya kepingin punya Mesin Mini Denso,” harap dia. Dengan menggunakan mesin jenis itu, ujar dia, pemotongan dan pembuatan rehal akan lebih cepat. Sehingga dia dan pekerjanya bisa lebih kreatif dalam menciptakan rehal yang lebih baik dan indah. Cuma, dari informasi yang diterimanya, harga mesin itu mencapai Rp8 juta/unit dan jelas Suhadi tak mampu membelinya.

Ternyata, rehal sebagai bagian dari khasanah budaya Islam Melayu, keberadaannya makin tersudut. Kita pun telah jarang menemukan benda itu di rumah-rumah keluarga muslim. Seperti juga Mhd. Suhadi sang pembuat rehal, yang terus saja terseok-seok mempertahankan produksi rehalnya, ditengah gempuran budaya dan industri pop yang kering dari nilai-nilai spiritualitas. Meskinya, harus ada yang peduli terhadap kerajinan satu ini. Wallahu a’lamu bi ash shawab.

DAPUR REHAL : Mhd. Suhadi membuat rehal di belakang rumah berdekatan dengan dapur. Dari tempat inilah, dia, mengirimkan hasil produknya ke Malaysia melalui eksportir. Produk “made in Suhadi” hilang karena tak adanya perhatian. Foto direkam, Rabu (11/8).

1 comment for "Pengrajin Rehal, Terseok Dari Tidak Adanya Perhatian"

azam dewo 25 June 2013 at 17:04 Delete Comment
Harapan saya dapat melihat rencana cara-cara rehal dibuat melalui video di youtube.com..hehe