Odong-Odong, Fenomena Jalanan Yang Dibuang Sayang
Odong-odong, kenderaan yang kini mulai mengisi jalanan di berbagai kota, telah menarik banyak perhatian. Keberadaannya menjadi fenomenal, karena membuat instansi yang mengurus jalan, harus berpikir ulang untuk mendevinisikan status kenderaan itu. Dikatakan sebagai kenderaan bermotor, UU No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas, tidak memuat pasal berkenaan dengan odong-odong itu. Akibatnya, status hukum odong-odong menjadi gelap. Namun, jika dihapus atau diberlakukan pelarangan beroperasi, kenderaan itu telah mengisi ruang publik sebagai bagian dari kreatifitas masyarakat yang harus diperhatikan.
Di kota Tebingtinggi misalnya, hingga kini jumlah kenderaan itu mencapai tujuh unit. Diperkirakan, dalam tempo satu bulan ke depan, odong-odong akan terus bertambah, karena diproduksi terus menerus sebagai respon adanya pesanan pembuatan odong-odong.
Fadlan Khairi, warga Kel. Rambung, Kec. T.Tinggi Kota, yang sejak satu bulan belakangan mulai memproduksi odong-odong, mengaku modal pembuatan odong-odong itu hingga selesai mencapai Rp32 juta per unit. Odong-odong yang dibuat di depan rumahnya di Jalan Cemara, diakui berbeda dengan sebelumnya. Odong-odong itu merupakan mobil cup yang dimodifikasi sedemikian rupa, hingga mirip sebagaimana aslinya odong-odong.
Berbeda dengan odong-odong “made ini” Fadlan Khairi dan rekan-rekan, odong-odong yang lebih duluan mengisi ruang publik, adalah jenis kenderaan yang sama sekali tidak menggunakan perangkat teknis kenderaan bermotor. Mesin odong-odong asli, menggunakan mesin dongfeng. Mesin itulah, kemudian menggerakkan gerbong yang didesain sedemikian rupa.
Laju odong-odong asli memang tidaklah kencang, hanya berkisar 30 Km per jam. Namun, pada perkembangan satu tahun belakangan, mesin dongfeng telah ditukar menjadi mesin mobil beneran, tapi bodinya didesain sesuai dengan odong-odong aslinya. Umumnya, odong-odong yang dimodifikasi itu berasal dari mobil apkiran yang sudah “tidak layak jual’ lagi. Pertumbuhan odong-odong yang cepat, pada akhirnya memang membuat pusing aparat perhubungan maupun polisi lalu lintas. Polres Sergai misalnya, harus melarang operasional odong-odong di Jalinsum.
Untuk Kota Tebingtinggi, sejak tiga bulan lalu Dinas Perhubungan sampai harus melakukan rapat dengan Badan Koodinasi Ketertiban (Bakortib) terdiri dari Polresta, Kejaksaan serta aparat terkait lainnya, membicarakan persoalan odong-odong ini. Kadis Perhubungan Postel Nainggolan, SH, Rabu (28/7), mengatakan pihaknya melalui pertemuan dengan Bakortib, telah mengusulkan kepada Walikota Tebingtinggi untuk mengambil kebijakan atas beroperasinya odong-odong itu. “Kalau pun tidak dilarang, tapi operasinya harus dilokalisir,” kata Postel. Postel, mengusulkan kepada Walikota agar kenderaan itu hanya boleh beroperasi di perkampungan dan tidak boleh masuk ke jalan-jalan utama kota. Alasannya, kenderaan itu pada dasarnya merupakan kenderaan wisata pada tempat tertentu.
Dikatakan, devinisi odong-odong ini tidak ada dalam UU No.22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas. Kondisi itu, mengakibatkan odong-odong tidak bisa dikenakan kewajiban hukum sesuai peraturan itu. “Mau diberi plat nomor, tak bisa. Supirnya dikasi SIM tak bisa juga, kewajiban jasa raharja juga tak kena. Jadi entah di mana harus diletakkan,” kata dia, sambil tersenyum.
Odong-odong juga dalam operasionalnya menyimpan resiko besar, seperti kenderaan umum. Jika terjadi tabrakan di jalanan, maka tak ada perlindungan hukum (asuransi/jasa raharja) atas penumpang odong-odong. Akibatnya, masyarakat pengguna odong-odong akan dirugikan, padahal mereka membayar untuk naik kenderaan itu. “Itu salah satu contoh, kerugiannya,” jelas Postel.
Ketua Organda Kota Tebingtinggi Murli Purba, menyatakan setuju dengan lokalisasi operasional odong-odong. Dia, mengatakan odong-odong itu lambat laun akan menjadi saingan kenderaan angkutan umum. Sekarang saja, kecenderungan itu sudah mulai nampak, mereka mulai menaikkan penumpang di jalanan. Padahal itu merupakan hak Angkot, kata Murli. Bahkan, sudah ada warga yang mencarter odong-odong untuk jalan-jalan hingga ke Parapat, aku Murli. Dengan perkembangan demikian, akan terjadi persaingan yang tidak sehat dan bisa menimbulkan konflik di jalanan.
Berbagai alasan yang dikemukakan di atas, dibantah keras Fadlan Khairi. Menurut aktifis politik itu, keberadaan odong-odong merupakan kreatifitas masyarakat yang tidak boleh dibunuh apalagi dibatasi. Fadlan, menyatakan Pemko Tebingtinggi harus menyikapi fenomena odong-odong itu dengan hati-hati. “Jika memang odong-odong itu tak jelas statusnya, maka tugas Pemko Tebingtinggi bersama DPRD untuk membuat Perda tentang itu,” usul dia.
Sepengetahuan Fadlan, hingga kini operasional odong-odong tidak mengganggu angkutan umum lainnya. Operasional odong-odong, kata dia, dimulai sejak sore hari hingga malam. Sedangkan dari pagi hingga siang tak ada. Begitu pula dengan penumpang, umumnya warga yang ingin jalan-jalan menikmati suasana malam di kota, sehingga tak ada hubungan dengan Angkot. Dengan demikian, kata Fadlan, dia tidak setuju jika odong-odong dilokalisir operasionalnya hanya di pinggiran kota atau di perkampungan. “Justru mereka yang naik odong-odong itu ingin menikmati suasana kota dan di situ daya tariknya,” ungkap dia.
Diakui, pendapatan dari odong-odong cukup prospektif. Untuk satu kali operasional, pemilik bisa mendapatkan bayaran hingga Rp300 ribu. Pendapatan itu bisa diambil dari ongkos naik Rp3.000 per orang. Sedangkan rata-rata penumpang yang naik, bisa mencapai 100 orang dalam tempo tiga jam saja. Yang jelas, odong-odong jangan dimatikan, karena itu kreatifitas masyarakat. Pemko harus menyikapinya dengan arif, bagaimana memberdayakan odong-odong sehingga menambah PAD dan menambah pendapatan masyarakat, ujar Fadlan Khairi. Memang, odong-odong telah mejadi fenomen jalanan yang sangat sayang jika harus dibuang…
PRODUK BARU: Odong-odong produk baru dalam waktu dekat akan meramaikan jalan Kota Tebingtinggi. Jika tak ada pengaturan, kelak akan bisa menyaingi Angkot yang sudah ada. Perlu upaya kreatif menyikapinya. Terlihat odong-odong baru dalam tahap penyelesaian di kediaman warga. Foto direkam, Rabu (28/7).
Post a Comment for "Odong-Odong, Fenomena Jalanan Yang Dibuang Sayang"