----iklan---- Dekade Ir.H. Abdul Hafiz Hasibuan, Kepemimpinan Yang Merangkul Dan Tak Memukul - JEJAK KHALIK
Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Dekade Ir.H. Abdul Hafiz Hasibuan, Kepemimpinan Yang Merangkul Dan Tak Memukul


Jika tak ada perubahan besar kebijakan politik beberapa bulan ke depan, kepemimpinan duet Walikota dan Wakil Walikota Tebingtinggi Ir.H.Abdul Hafiz Hasibuan dan Drs.H.Syahril Hafzein, tinggal 60 hari lagi. Pasangan ini akan mengakhiri tugas kenegaraan itu pada 30 Agustus 2010. Masa panjang, sekira 3.650 hari, telah mereka lalui sebagai penentu kebijakan pemerintahan di kota kecil berpenduduk sekira 141 ribu itu.

Keberhasilan dan kegagalan program-program mereka, kelak menjadi catatan sejarah kota yang konon didirikan Datuk Bandar Kajum itu. Keduanya, menjadi pemimpin awal yang dipilih langsung oleh rakyat melalui Pilkada 2005, dengan raihan suara 63 persen lebih.

Dekade kepemimpinan keduanya, sebagai periode penting Kota Tebingtinggi. Tangan dingin Hafiz/Syahril, dengan dukungan birokrasi dikendalikan Sekdako H. Irham Taufik Umri, SH, MAP, telah meletakkan dasar pemerintahan dan pembangunan yang kuat bagi penerusnya. Tiga pilar pembangunan, yakni pendidikan, kesehatan dan usaha mikro, kecil dan menengah, sebagai visi dan misi mereka, mampu memberi perubahan, bagi masyarakat kota.

Sektor pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah, warga kota pantas berterima kasih kepada mereka, karena mampu merevitalisasi sarana dan prasarana pendidikan secara menyeluruh. Ratusan fasilitas pendidikan dari TK hingga SMA, ditambah perpustakaan serta gedung olah raga, saat ini dalam kondisi prima. Takkan lagi dijumpai, sekolah maupun ruang belajar seperti “kandang kambing,” di kota itu. Kondisi demikian, jadi motor penggerak munculnya budaya sekolah di masyarakat. Kini, telah muncul perasaan malu pada keluarga, jika anak-anak mereka tidak bersekolah. Hanya saja, keasikan dengan revitalisasi sarana dan prasarana, soal kualitas pendidikan terabaikan, meski dipenghujung jabatan mulai diperhatikan.

Sektor kesehatan juga mengalami hal sama. Fasilitas kesehatan, makin dekat dengan warga kota. Rumah sakit, Puskesmas, Pustu dan Pos Yandu, tersebar hingga ke lingkungan. Bahkan, fasilitas berobat gratis, telah dirintis sejak awal. Program Jamkesda (Jaminan kesehatan daerah) mendampingi Jamkesmas, mampu membuat si miskin/keluarga kurang mampu, nyaman menikmati perobatan tak berbayar. Meski harus diakui, budaya pelayanan petugas kesehatan masih harus terus dibenahi.

Geliat sektor usaha mikro kecil dan menengah, dekade ini kian terasa. Pertumbuhan dunia perbankan, disamping unit pembiayaan ekonomi lainnya di Kota Tebingtinggi jadi salah satu indikator, kota itu memiliki potensi ekonomi cukup signifikan. Terobosan lain yang pantas diapresiasi positif, adalah pemikiran Pemko Tebingtinggi menggerakkan potensi usaha mikro melalui model ‘Gramen Bank.’ Milyaran dana tanpa bunga, dilimpahkan pada usaha mikro, guna penguatan permodalan mereka. Hasilnya cukup signifikan, ribuan usaha mikro berdenyut kembali, hingga banyak diantaranya yang eksis. Sayangnya budaya enterpreunership di kalangan usaha mikro, tak tergarap. Akibatnya, program itu punya problema cukup besar untuk diselesaikan.

Tata kepemerintahan yang baik (Good Governance) di Pemko Tebingtinggi menunjukkan arah positif. Kini, sudah hampir tak lagi terdengar keluhan dan komplain masyarakat, bila berurusan dengan birokrasi. Sebagai contoh, pengurusan KTP dan Kartu Keluarga sebagai pioner terdepan pelayanan publik, relatif mudah dilakukan masyarakat dengan biaya terjangkau. Walau tak jarang pola penempatan pejabat, seringkali melanggar asas the right man on the right place.

Gaya Kepemimpinan

Pakar kepemimpinan Bass (1960) serta Stoghill dan Coons (1957), mengemukakan seorang pemimpin akan dinilai baik apabila menitik beratkan kepemimpinannya pada; pemenuhan janji, menghargai dan mendukung sebagai motivasi, bertindak dan perperilaku hangat, membantu serta menunjukkan perhatian dan penghargaan kepada bawahan. Sebaliknya, pemimpin dinilai buruk, apabila memberi ancaman, merendahkan, berperilaku tanpa pertimbangan, menetapkan dan menyusun peranannya dan peran bawahannya secara sepihak, untuk mencapai tujuan.

Teori di atas, merupakan kajian para ahli tentang gaya kepemimpinan seseorang. Tipe pertama, akan mengarah pada tercapainya tujuan organisasi sesuai target yang ditentukan. Sedangkan tipe kedua, cenderung mengarah pada gagalnya pencapai tujuan organisasi.

Mengukur gaya kepemimpinan Ir.H.Abdul Hafiz Hasibuan, berdasarkan teori ahli, maka Hafiz lebih dekat pada pola kepemimpinan tipe pertama. Dalam mengayuh kapal birokrasi Pemko Tebingtinggi, putra daerah kelahiran Simpang Dolok itu, merangkul semua lapisan masyarakat, tanpa pengecualian. Sosoknya, bagaikan pamong yang bersifat familiar kepada amongnya, sehingga keberadaannya dengan masyarakat, hampir tak berjarak.

Berbagai program yang mendekatkannya dengan warga, bergulir sepanjang tahun. Dari sini dipastikan, Hafiz selalu berada di sekeliling warganya, mendengarkan keluhan, makian, pujian dan permohonan masyarakat. Program-program yang langsung menyentuh masyarakat, merupakan hasil interaksi langsungnya dengan warga. Tak terbayangkan, bagaimana program atap, lantai dan dinding (Aladin) telah mampu memperbaiki ribuan rumah tak layak huni milik si miskin. Demikian pula dengan Jamkesda yang dimanfaatkan ribuan keluarga serta modal bergulir UMKM yang menggerakkan ribuan usaha mikro.

Permohonan, adalah kata yang paling akrab dengan kesehariannya. Ruang lobi Sekretariat Pemko Tebingtinggi di Jalan Sutomo No.14 jadi saksi bisu, tentang sosok yang jadi tumpuan banyak kalangan itu. Yang datang ke ruang lobi, sepanjang dekade kepemimpinannya umumnya hanya dengan dua tujuan; menyampaikan keluhan dan mohon bantuan/pertolongan. Selebihnya, merupakan pelayanan terhadap tugas-tugas kedinasan. Tak ada hari tanpa keluhan dan permohonan.

Menghadapi warga yang menyampaikan keluhan dan permohonan, Hafiz tak mengeluh. Dekade bersamanya, jarang terdengar kata-kata kasar yang menyakitkan hati dari lidahnya. Isyarat ketidak sukaannya pada cara seseorang hanya ditunjukkan dengan sikap, membuang muka, enggan menyapa atau bermuka masam. Hafiz, adalah sosok pemimpin yang dikenal mampu menjaga lidah dengan baik terhadap masyarakat.

Dia juga, dikenal sebagai pribadi yang hangat di kalangan birokrat. Sejumlah pejabat, mengakui Hafiz sebagai sosok yang menghargai jerih payah bawahan. Tak pernah mempersulit bawahan jika berurusan, atau mengharapkan sesuatu dari jasa baiknya. Itu sebabnya, di masa Hafiz jarang terdengar adanya mutasi besar-besaran yang menggoyahkan sendi-sendi kinerja birokrasi.

Meski demikian, gaya kepemimpinan Ir.H.Abdul Hafiz Hasibuan, tetap saja punya kelemahan. Karakter kepemimpinan model pamong, mengesankan Hafiz lemah dalam mengambil keputusan-keputusan strategis dan mendesak. Upaya perluasan kota, mengatasi persoalan banjir serta penataan PKL bagi pemberdayaan Pasar Gambir, merupakan monumen kegagalan kepemimpinan Hafiz. Harus diakui, mengatasi persoalan demikian, dibutuhkan sosok pemimpin yang tegas dan disegani serta punya jaringan luas bagi membangun daya pressure dan bargaining power.

Pemimpin Ke Depan

Memasuki 93 tahun usia Kota Tebingtinggi, 1 Juli 2010 yang diperingati melalui sidang paripurna DPRD hari ini (Kamis, 1/7), banyak persoalan yang masih tersisa dari kepemimpinan Ir.H.Abdul Hafiz Hasibuan dan Drs.H.Syahril Hafzein. Sejumlah persoalan yang tersisa dan mendesak dituntaskan, adalah upaya perluasan kota, mengatasi masalah banjir dan penguatan sektor UMKM. Ketiga persoalan kota yang mendesak ditangani, membutuhkan sosok pemimpin yang berkarakter beda dengan Hafiz/Syahril. Pemimpin ke depan yang diharapkan untuk menangani persoalan itu, adalah sosok berani, berilmu dan memiliki networking yang kuat, disamping berkarakter pamong.

Pemiluka Kota Tebingtinggi 12 Mei 2010 lalu, yang diikuti lima pasangan calon kepala daerah, relatif menyimpan potensi kepemimpinan demikian. Ke lima pasangan itu, diperkirakan sebagai sosok yang memiliki gaya dan karakter pemimpin yang dibutuhkan Kota tebingtinggi ke depan. Sayangnya, Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan Pemilukada yang relatif bersih, jujur dan adil itu.

Akibat pembatalan Pemilukada, dalam waktu dekat Kota Tebingtinggi terpaksa mengalami krisis kepemimpinan yang kredibel. Konsekwensinya, penanganan mendesak terhadap berbagai persoalan kota dan masyarakat akan tertunda. Menyikapi situasi demikian, seharusnya masyarakat kota Tebingtinggi menyadari bahwa kondisi kepemimpinan yang vacuum, tidak boleh berlangsung lama. Harus ada upaya dari berbagai elemen masyarakat untuk menyuarakan pentingnya segera dilaksanakan Pemilukada ulang untuk menjamin kesinambungan kepemimpinan di kota lemang itu. Wallahu a’lamu bi ash shawab.

Post a Comment for "Dekade Ir.H. Abdul Hafiz Hasibuan, Kepemimpinan Yang Merangkul Dan Tak Memukul"