----iklan---- Masjid Al Hidayah, Dolok Merawan, Beduknya Diperkirakan Berusia Ratusan Tahun - JEJAK KHALIK
Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Masjid Al Hidayah, Dolok Merawan, Beduknya Diperkirakan Berusia Ratusan Tahun




Berapa usia Masjid Al Hidayah, Pekan Dolok Merawan, Kec. Dolok Merawan, Kab. Serdang Bedagai, tak bisa dipastikan. Tak satu pun kalangan sepuh di desa itu yang mengetahui secara pasti kapan masjid itu didirikan. Sedangkan data yang pernah dibuat kenaziran sebelumnya, telah pula hilang entah kemana. Yang pasti sejak berdiri hingga kini, usianya diperkirakan telah ratusan tahun. Ada dua bukti sejarah yang hingga kini menjadi penguat perkiraan itu, yakni beduk masjid dan sumur yang ada di komplek bangunan di pinggir jalan utama kelurahan itu.

Beduk itu, menurut penuturan dari mulut ke mulut, semula panjangnya mencapai lima meter. Namun, karena termakan usia, bagian-bagian yang rusak dipotong. Kini yang tersisa dari beduk itu hanya sekira satu meter lagi. “Tak ada yang tahu apa jenis kayu beduk itu,” kata Ketua BKM Masjid Al Hidayah Marasyed Muda Hasibuan, Sabtu (5/9), saat berbincang di masjid itu menunggu waktu Zhuhur. Sampai sekarang beduk itu masih setia menjadi alat penanda masuknya waktu sholat.

Bukti sejarah lain, yakni keberadaan sumur tua berdiameter 1,5 meter dengan kedalaman sekira 6 meter. Air sumur itu, hingga kini masih digunakan sebagai air wudhu jamaah. Tapi, jamaah tidak lagi harus menimba, karena telah dipasang mesin pompa dan dialirkan ke kamar wudhu. Kondisi air tetap jernih dan bersih serta layak digunakan untuk keperluan sehari-hari.

Kondisi lain yang menguatkan, adalah keberadaan sungai persis berada disamping masjid. Sungai Bahlintah, begitu masyarakat dulu menyebutnya. Tapi kini, sungai itu kondisinya telah kritis dan terlihat hanya seperti parit. Puluhan tahun lalu, sungai itu sering jadi tempat bermain dan mandi anak-anak sebelum sholat atau mengaji. “Dari titi, kami dulu sering melompat ke sungai,” kata Yusuf, 64, jamaah masjid yang juga nazir pekuburan muslim di kelurahan itu.

Ali Nafiah Lubis, 83, warga sepuh Pekan Dolok Merawan, ketika ditanya kira-kira kapan berdirinya masjid itu, juga tak mengetahui persis. Namun, diakui waktu kecil dia bersama temannya mengaji dan sekolah di komplek masjid itu. “Dulu ada Sekolah Rakyat (SR) dan madrasah Al Washliyah di sana. Tapi sekarang tak ada lagi,” aku Nafiah. Orang tua itu, mengingat bahwa dirinya tamat SR pada 1938.

Dikatakan, dulunya masjid itu merupakan bangunan panggung, terdiri dari balok dan papan serta atapnya terbuat dari ijuk. Sedangkan menara adzan dibuat lebih tinggi lagi, sehingga kalau muadzin akan mengumandangkan adzan harus naik dulu ke menara.

Hal senada disampaikan warga sepuh etnis Simalungun Nurdin Saragih yang lahir pada 1928. Seingat cucu salah seorang dipertuan Saragih di Dolok Merawan itu, saat masih kecil, masjid itu telah ada. Namun, dia tak tahu siapa yang mewakafkan pertapakan dan membangun masjid itu. “Dulu saya mengaji di sana juga,” kata dia. Kondisi masjid itu berusia puluhan tahun, sampai kemudian salah seorang pemuka agama Islam dari etnis Mandailing bernama Muhammad Arif Hasibuan merehab masjid itu. Hingga kini, Masjid Al Hidayah telah mengalami beberapa kali renovasi. Namun, kondisi masjid itu sendiri kelihatan renta. Dinding masjid serta asbesnya terlihat rapuh. Demikian pula dengan jendelanya yang tak ada penutup. Pagar masjid juga telah rapuh. Sehingga, kesannya tak layak sebagai masjid besar kecamatan. “Rencananya masjid ini mau direhab lagi, karena sudah tua,” ujar Marasyed Muda Hasibuan

Dari beberapa penuturan, aku Ketua BKM Masjid Al Hidayah itu, pertapakan masjid dulunya merupakan wakaf dari Tuan Tiha Purba yang merupakan dipertuan Dolok Merawan. Sejarah menuturkan pula, Dolok Merawan kala itu, merupakan daerah kekuasaan dari Kerajaan Padang berkedudukan di Tebing Tinggi, setelah Belanda secara paksa melepas daerah itu dari Pertuanan Baja Linggei yang takluk pada Kerajaan Pematang Panei. Pertapakan masjid itu diwakafkan setelah yang bersangkutan memeluk agama Islam. Diperkirakan peristiwa itu terjadi dipenghujung Abad 18.

Pemeluk Islam di Dolok Merawan berdasarkan batu nisan di pekuburan muslim, telah ada sejak akhir Abad 17. Salah satu batu nisan tertua tertulis seorang wanita muslim bernama Lampias, lahir di Batang Natal, wafat Dolok Merawan 1812. Beberapa batu nisan lain menunjukkan warga muslim dari etnis Mandailing telah ada di daerah itu sekira akhir Abad 17. Selain etnis Mandailing, ada juga etnis Banjar, Jawa dan Melayu yang umumnya menganut Islam. Para pendatang itu menjadi buruh atau pekerja di perkebunan CMO milik Belanda (sekarang Kebun Gn. Para).

Etnis Simalungun yang menjadi pembuka kampung, pada akhirnya memeluk Islam setelah melakukan akulturasi dengan pendatang. Seperti penuturan Nurdin Saragih, 81, Atoknya bernama Tuan Harga Saragih merupakan panglima Kerajaan Pematang Raya. Tuan Harga Saragih diutus untuk menghukum dipertuan Dolok Merawan, karena telah melanggar adat. “Atok saya itu datang ke sini tahun 1901,” seingat Nurdin Saragih. Pelanggaran adat itu, kata dia, karena salah seorang dipertuan Dolok Merawan, mengambil boru dari marga Saragih. Namun, katika diminta Dipertuan Pematang Raya untuk diadatkan, mereka menolak. Karena itu terjadilah perang. Dipertuan Dolok Merawan bermarga Purba Girsang akhirnya menyingkir. Mereka menyingkir ke Dolok Beliem (sekarang Desa Bah Damar).

Tuan Harga Saragih, akhirnya menetap di daerah taklukannya dan meninggal masih dalam keadaan memeluk agama asli Habonaron. Anak Tuan Harga Saragih bernama Tuan Anggara Saragih, ternyata menikah dengan seorang wanita pendatang dari etnis Banjar bernama Paisah dan dia masuk Islam. Paisah lah kemudian yang mengislamkan seluruh keluarga suaminya. Sejak itu seluruh etnis Simalungun di Dolok Merawan memeluk Islam. Tuan Anggara Saragih meninggal 1942, aku Nurdin Saragih.

Hingga kini, 95 persen warga Dolok Merawan merupakan pemeluk Islam. Selebihnya non muslim yang datang kemudian sekira 1955. Umumnya, warga non muslim berasal dari etnis Batak Toba yang datang karena pekerjaan di antaranya sebagai pekerja kebun dan guru dan mereka tak punya rumah ibadah di kelurahan itu. Pun demikian kehidupan antar umat beragama di kelurahan berjarak 30 Km dari Kota Tebing Tinggi itu, cukup harmonis.

2 comments for "Masjid Al Hidayah, Dolok Merawan, Beduknya Diperkirakan Berusia Ratusan Tahun"

Unknown 6 July 2010 at 14:15 Delete Comment
terima kasih sekali atas penjelasannya megenai mesjid di dolok merawan. saya adalah penduduk asli dolok merawan dan memang saya dahulu mandi dan bermain di sungai samping mesjid dan tahu persis kondisi mesjid karena teman saya muslim semua. saya sering juga gotong royong membersihkan halaman mesjid walaupun saya kristen. ketika malam takbiran saya juga ikut takbir keliling naik truk, kenangan yang tak terlupakan. saya sekarang baru tahu umur mesjid tersebut dan sejarah tentang dolok merawan atau bajalinggei. terima kasih atas informasinya dan itu menambah ilmu kita dan sejarah kita tentang tanah lahir kita.
Unknown 15 July 2016 at 15:27 Delete Comment
Pak Kholik kah? Bapak guru SD saya dulu kah, di SF N102123. Kalau beneer, alhmadulillah..saya dedi pak, murid bapak tahun 1989-1995. rtu say masih tinggal di kampung rebah, pas tikungan manis.