----iklan---- Syekh H. Tg. Mhd. Hasyim Al Kholidi Naqsabandi Ulama Besar Kerajaan Padang Tebingtinggi - JEJAK KHALIK
Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Syekh H. Tg. Mhd. Hasyim Al Kholidi Naqsabandi Ulama Besar Kerajaan Padang Tebingtinggi

Pengantar Redaksi : Tulisan tentang Syekh H.Tengku Mhd. Hasyim Al Kholidi Naqsabandi pada 2009 lalu, hingga kini mendapat tanggapan dan protes dari pembaca, karena menilai banyak kesalahan didalamnya. Hal itu, memaksa kami menggali kembali sejarah hidup ulama thariqat asal Negeri Padang Tebingtinggi ini Berikut tulisan revisi yang mudah-mudahan bisa diterima semua kalangan. Salam...

      TAK BANYAK generasi muda sekarang di Kota Tebing Tinggi yang mengetahui sosok ulama tarikat satu ini. Padahal, Tengku H. Syekh Muhammad Hasyim Al Kholidi Naqsabandi,(1792-1928) merupakan satu di antara khalifah tariqat Al Kholidi Naqsabandi  asal Kerajaan Negeri Padang Tebingtinggi di masanya. Beliau merupakan ulama besar kerajaan dan menjadi mufti terlama dengan jumlah murid ribuan orang. Bahkan, hingga kini aliran thariqatnya masih banyak dipelajari di berbagai daerah.
      Di masa itu, kebanyakan mufti dari berbagai kerajaan dan kesultanan Melayu di pesisir timur Sumatera berasal dari persulukan Babussalam. Kerajaan Negeri Padang sendiri memiliki hubungan khusus dengan persulukan itu, karena banyak keluarga kerajaan yang mengikuti pendidikan di sana. Salah satunya, adalah Syekh Tg. Muhammad Hasyim Al Kholidi Naqsabandi.  
      Hal itu dikuatkan dengan besarnya peran para murid persulukan dalam pengembangan dan penyiaran dakwah Islam di Kerajaan Padang, khususnya di kawasan etnis Simalungun di Tinokkah. Sipispis. Hingga 1930, dikabarkan terdapat madrasah pendidikan Islam di kawasan itu yang dibanguan raja Kerajaan Padang Tebing Pangeran, dengan guru-guru berasal dari persulukan Babussalam itu. Sedangkan muridnya, berasal dari kawasan Raya Kahaean dan sekitarnya.
      Syekh H. Tg.. Muhammad Hasyim Al Kholidi Naqsabandi, merupakan mufti resmi Kerajaan Negeri Padang terlama, di mana beliau hidup di masa Raja Marah Hakum gelar Panglima Goraha (1830-1870) dan di masa Marah Hudin atau Tengku Haji Muhammad Nurdin alias Tengku Haji (1870-1914). Juga di masa Tengku Jalaluddin wazir Kesultanan Deli di Negeri Padang. Sepeninggal Syekh H. Tengku Muhammad Hasyim pada 1928, posisinya digantikan oleh Syekh H. Mahmud Syafi'i (1928-1935) sebagai mufti Kerajaan Negeri Padang.
      Syekh H. Tg. Mhd. Hasyim Al Kholidi Naqsabandi, dari penuturan buyutnya Husni Thabri,  wafat di Kampung Dolok Sari (Kampung Kebun Kelapa) pada 1928. Ulama kharismatik itu diperkirakan berusia 130 tahun dan dikebumikan di pemakaman keluarga, kini terletak di Gg. Keluarga Link.01, Kel. Tebing Tinggi, Kec. Padang Hilir.
      Dikisahkan, Tengku Mhd Hasyim dilahirkan di Bandar Khalifah sekira tahun 1792 dari keluarga Kerajaan Padang Tebing Tinggi di Bandar Khalifah. Ayahnya bernama Tengku Abdullah, bangsawan dari Kerajaan Johor, Malaysia. Sedangkan Pak Cik beliau, merupakan raja Kerajaan Padang ke 9 bernama Raja Tebing Pengeran yang gugur  di Kampung Pematang Buluh, Bandar Khalifah, akibat pengkhianatan dalam perang melawan Kerajaan Bedagai sebagai taklukan Kesultanan Deli.
      Raja Tebing Pangeran dalam literatur terbatas, dikenal sebagai pemberi nama dan pendiri Kota Tebing Tinggi. Di masa kekuasaannya, berdiri pangkalan (pelabuhan sungai) di tepian Sei Padang tepat di muara Sei Bahilang. Pangkalan diberi nama sesuai dengan nama pendirinya, yakni Pangkalan Tebing. Belakangan nama itu berkembang menjadi Tebing Tinggi seiring dengan pertumbuhan daerah itu.
      Pasca wafatnya Raja Tebing Pengeran, tampuk kekuasaan Kerajaan Padang dikendalikan bangsawan dari garis keturunan lain, yakni garis keturunan etnis Barus, yakni Marah Hakum gelar Panglima Goraha. Gejolak politik kerajaan itu, telah meminggirkan hak-hak politik dari warga Melayu keturunan Raja Tebing Pangeran, di mana mereka hanya mendapat hak memimpin kesyahbandaran Bandar Khalifah. Akibatnya, beberapa diantaranya beralih perhatian dari kekuasaan dengan mendalami agama Islam dan menjadi pendakwah Islam.
      Satu di antaranya adalah Tengku Mhd. Hasyim yang kala itu masih berusia muda. Dia mendalami ilmu tariqat dari aliran Naqsabandiyah di Basilam, hingga kemudian sempat menduduki salah satu jabatan khalifah persulukan itu. “Mungkin Syekh Muhammad Hasyim ini, menjadi murid dari ulama besar dan pendiri thariqat Naqsabandi Syekh Abdul Wahab Rokan Al Kholidi Naqsabandi,” kata  Husni Thabri, PNS yang bekerja di Pemko Tebingtinggi itu. Syekh H. Abdul Wahab Rokan Al Kholidi Naqsabandi (1811-1926), merupakan ulama thariqat terkenal ini yang membuka persulukan di Kampung Babussalam, Langkat.
      Namun, dari sejumlah data, Syekh Tengku Muhammad Hasyim Al Kholidi Naqsabandi berguru kepada Syekh Sulaiman Hutapungkut dari Padang Sidempuan, serta Syekh Ali Ridlo di Jabal Qubais, Makkah, sehingga tidak memiliki jaringan murid dengan persulukan Naqsabandiyah Babussalam, Langkat, tapi memiliki aliran yang sama dengan persulukan Naqsabandiyah, Babussalam.
      Pada masa berikutnya, Mhd Hasyim kembali ke kampung halamannya di Kerajaan Padang dan menetap di Kampung Dolok Sari. Beliau menikah dengan Hj Syofiah dan mendapat tujuh anak. Selain istri pertama, ulama tariqat ini juga memiliki tiga istri lainnya. Tapi belum diperoleh data, siapa saja ketiga istri ulama besar itu selain Hj. Syofiah yang dikabarkan juga memilik banyak keturunan.
      Salah satu diantara anak Syekh Muhammad Hasyim yang juga berkembang adalah Tengku Abdul Muthallib. Tengku Abdul Muthallib menikah dengan dua perempuan, satu diantaranya bernama Wan Fatimah Syam. Dari pernikahan antara Tengku Abdul Muthallib dan Wan Fathimah Syam itu, lahir pula beberapa anak, satu diantaranya Tengku Abdan. Tengku Abdan ini menikah dengan wanita etnis Minangkabau bernama Nurhayati Tanjung. Dari kedua pasangan itu, punya keturunan, yakni enam anak diantaranya bernama Ilmal Bani Hasyim.
      Dari tiga istri lainnya, belum ditemukan silsilah keturunan Syekh Tengku H. Mhd Hasyim Al Khalidi Naqsabandi. Hanya saja, kebanyakan keturunan mulai cucu, cicit dan generasi berikutnya dari ulama besar itu, umumnya tinggal di kawasan Kel. Tebingtinggi, Kec. Padang Hilir.
      Husni Thabri, mengakui semua keturunan dari istri pertama telah meninggal dan kini hanya tinggal cucu dan cicitnya saja. “Anak terakhir buyut kami itu meninggal 1966 bernama Hj Mariatul Qobtiah,” ungkap Thabri, yang merupakan cucu keturunan terakhir dari istri pertama, ulama thariqat itu.
      Tengku H. Syekh Mhd Hasyim Al Kholidi Naqsabandi itu juga memiliki hubungan dengan pendiri Kota Tebing Tinggi Datuk Bandar Kajum atau Datuk Syahbandar Tebingtinggi dari Kerajaan Negeri Padang. Datuk Bandar Kajum beristrikan Hj. Fathimah yang merupakan anak pertama dari istri pertama Hj. Syofiah. Dari garis ini juga terdapat banyak keturunannya, misalnya Datuk Muhammad Ali yang menjadi Punggawa Negeri Padang di masa Mahraja Tengku Haji Muhammar Nurdin. Seluruh keturunan ulama thariqat itu menggunakan nama Bani Hasyim di belakang nama masing-masing, meski ada juga yang tidak mencantumkannya.
      Ulama tariqat itu sempat menunaikan ibadah haji ke Makkah, berlayar dari Pangkalan Tebing menuju Bandar Khalifah. Dari Bandar Khalifah, jamaah haji kala itu menyeberang ke Penang, Malaysia dan terus berlayar ke Jeddah. Di Makkah Al Mukarramah, atas cendra Tengku Haji Muhammad Nurdin, Syekh Hasyim, mendirikan masjid dan tempat penampungan jemaah haji asal Negeri Padang, sekira 1890 di tanah suci itu. Namun, tempat peristirahatan itu saat ini tidak lagi ditemukan seiring dengan perluasan Masjid Haram yang terus berlanjut.
       Sekembalinya dari tanah suci, dari Kampung Dolok Sari itu pula, lanjut Husni Thabri, khalifah Naqsabandiyah itu, menyebarkan pahamnya ke berbagai wilayah, meliputi kerajaan Padang, Bedagai hingga ke Kerajaan Serdang. Lima Laras dan Kerajaan Bandar. Beberapa persulukan dibuka murid-murid Tuan Guru Mhd. Hasyim, di antaranya di Bandar Tinggi, Bedagai, Sei Buluh, Lidah Tanah, Tebing Tinggi dan Bandar Khalifah. Jejak terakhir dari penyebaran tariqat Tuan Guru Mhd. Hasyim itu, masih terlihat di Lidah Tanah, tepatnya di Kampung Tengah. Dulu dipimpin Khalifah Adnan dan terakhir ada di Sei Buluh dipimpin H. Dul Hadi, terang Thabri.
      Tuan Guru Mhd. Hasyim juga membuka persulukan di lahan miliknya. Namun, saat ini persulukan itu telah lama rubuh dan lahannya kini menjadi area perkebunan ubi, tepat dipinggir rel kereta api arah Rantau Prapat, di kelurahan Tebing Tinggi.
      Semasa hidupnya, ulama tariqat ini dikenal memiliki karomah sebagai tanda kedekatannya kepada Allah SWT. Seperti penuturuan nenek Husni Thabri kala masih hidup, Syekh Muhammad Hasyim ini dikenal dengan doanya yang makbul. Bahkan, setelah wafatnya, makam ulama itu sering diziarahi masyarakat untuk bernazar. “Seingat saya hingga tahun 1970 masih banyak orang yang berziarah,” kata dia. 
      Karomah lain yang sempat terekam dalam ingat keturunannya, adalah kemampuan Tuan Guru Mhd. Hasyim dalam melihat maksud orang yang datang kepadanya. Begitu pula dengan kemampuannya melihat masa lalu dan masa depan, di mana banyak masyarakat kala itu yang meminta tunjuk ajar padanya, kata Husni Thabri.
      Sayangnya, jejak ulama tariqat itu, kini tak lagi bergema. Seiring dengan perjalanan waktu, nama ulama thariqat asal Kota Tebing Tinggi itu, telah lama tak dibicarakan orang lagi. Bahkan, keturunannya telah belasan tahun tidak menyelenggarakan haul tuan guru itu. Haul terakhir yang dilaksanakan, kata Husni Thabri, seingat dia pada 1992. Setelah itu, kegiatan yang sama hilang ditelan seiring edaran masa. Namun, beberapa keturunan Syekh Hasyim, mengaku haul diselenggarakan setiap tahun meski tidak dengan acara besar-besaran. “Tetap saja dilakukan secara sedrhana,” ujar Mahyan Zuhri, mantan anggota DPRD kota Tebingtinggi.
      Makamnya pun kini terkesan tak terurus. Bangunan yang menutupi kubur terlihat telah kusam. Seng atasnya menganga lebar tak diperbaiki. Sedangkan plang nama yang terletak di depan komplek pekuburan itu, tulisannya juga telah kabur. Zaman, ternyata telah melupakan sosok ulama tariqat yang jaya di masa lalu. Bahkan, belakangan terjadi sengket antara sesame keturunan, di mana akhirnya makam itu tidak lagi diberi plank, guna menghindari konflik keluarga. Sudah semestinya Pemko Tebingtinggi melalui Disporabudpar memperhatikan makam ulama thariqat itu sebagai situs cagar budaya. Abdul Khalik

12 comments for "Syekh H. Tg. Mhd. Hasyim Al Kholidi Naqsabandi Ulama Besar Kerajaan Padang Tebingtinggi"

Unknown 30 May 2016 at 23:16 Delete Comment
Kenapa tulisan khalik news pada tahun 2009 tentang Tuan syeikh hasyim belum di hapus juga..???
Walawpun pada tahun 2015 sudah di revisi ulang,,,
"Kami sebahagian dari ahli waris Tuan Syeikh Hasyim MERASA SANGAT TIDAK SENANG atas tulisan pada tahun 2009 ini di karenakan di dalam nya terlalu banyak kebohongan/pemalsuan data"
Kami peringatkan kepada khalik news, di dalam menulis berita carilah orang yg benar2 tahu tentang sejarah...
Kami juga memperingat kan kepada khalik news, untuk segera menghapus tulisan tentang Tuan syeikh hasyim pada thn 2009 pada waktu dekat ini...
Trims,,,
Unknown 29 October 2016 at 22:04 Delete Comment
saya rasa ini juga onyang saya..
blogmania 22 December 2017 at 19:28 Delete Comment
This comment has been removed by the author.
blogmania 22 December 2017 at 19:37 Delete Comment
Menurutku cerita diatas masih kurang pas. Masih ada anak Tengku H. Syekh Mhd Hasyim Al Kholidi Naqsabandi, yang masih hidup. Dari istri nya yang lain, bukan dari istri pertama beliau.karena istri Tengku H. Syekh Mhd Hasyim Al Kholidi Naqsabandi, ada 4 orang. 3 ada di sumatera utara, 1 di malaysia. Saya adalah cucu Tengku H. Syekh Mhd Hasyim Al Kholidi Naqsabandi, dari jalur salah satu istri beliau. Emak saya, anak kandung beliau. Masih hidup sampai saat ini. Tinggal di kuala tanjung,batu bara.
Ilmal Bani Hasyim 13 December 2018 at 23:11 Delete Comment
This comment has been removed by the author.
Unknown 29 December 2018 at 09:18 Delete Comment
Ini onyang saya juga
Unknown 29 December 2018 at 09:19 Delete Comment
Terima kasih kepada penulis
Unknown 26 March 2019 at 20:59 Delete Comment
Mohon maaf, sy mau tanya tahun wafat beliau yg benar itu tahun 1928 atau tahun 1954..??
Rizki Maulana 22 November 2019 at 15:58 Delete Comment
Onyang Syech Hasyim itu wafat di tahun 1950 an, bukan di 1928 ... sebab emak saya yg lahir tahun 1945 masih sempat berjumpa, kala itu sewaktu emak saya berumur 6 tahun sempat di tawajjuh kan oleh onyang syech hasyim .
Unknown 26 February 2021 at 14:34 Delete Comment
Beliau wafat 1954 kata murid beliau, beliau punya murid yg cerdik pandai ya itu Prof Dr Sidi Syekh Kadirun Yahya, syekh kadirun yahya ini lahir pangkalan berandan medan sumatera utara 1917 wafat acro depok jawabarat 2001, nah beliau lah yg menceritaken wafatnya Tuan syeh muhammad hasyim pada tahun 1954.
Unknown 19 March 2021 at 19:43 Delete Comment
Assalamualaikum..saya ingin berziarah ke makam nenek guru saya salah satu murid ss khadirun yahya..boleh tau alamat makam onyang nya ilham.trimakasih
Unknown 19 April 2021 at 03:11 Delete Comment
masih ada garis keturunan beliau sampai skarang. dan 1 tahun 2x diadakan suluk selama 10 hari
alamat lengkapnya
desa koto tangah
kec muara sipongi
kabupaten mandailing natal
prof sumut