----iklan---- Mengenal Thariqat Sattariyah Syekh Burhanuddin Ulakan di T.Tinggi - JEJAK KHALIK
Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Mengenal Thariqat Sattariyah Syekh Burhanuddin Ulakan di T.Tinggi

MASJID Al Ikhlas di Link. 01, Kel. Tanjung Marulak, Kec. Rambutan, lokasinya agak tersuruk dari Jalan Ikhlas yang menghubungkan Jalan Sudirman dengan Jalan Ir.H. Juanda kota Tebingtinggi. Persis di belakang komplek PLN Ranting Tebingtinggi, beberap puluh meter mengikuti lintasan alternatif itu, kita akan menemukan sebuah plang kecil bertuliskan ‘Masjid Al Ikhlas Thariqat Sattariyah Perguruan Syekh Burhanuddin Ulakan,’ di sisi kiri jalan.
Memasuki gang kecil sejauh 70 meter, akan terlihat dari kejauhan, satu unit bangunan masjid berornamen masjid-masjid di Padang Pariaman, Sumatera Barat. Masjid itu, hanya berukuran sekira 10 x 10 meter dengan pagar tinggi. Sepintas, kesannya masjid itu berusia tua, karena penataannya terlihat sederhana. Disamping masjid, ada bangunan dua tingkat, sebagai tempat belajar thariqat.
Ornamen paling mencolok dari masjid itu, adalah kubahnya yang lain dari umumnya masjid-masjid di Sumatera Timur. Kubahnya berbentuk segi empat melebar ke bawah dan bertingkat. Di puncak kubah segi empat itu, menjulang garis lurus berbentuk huruf ‘alif’ yang bertingkat-tingkat pula. Di puncak kubah itu ada simbol bulan sabit dan bintang. Masjid dan bangunan itu, saat ini menjadi pusat persulukan Thariqat Sattariyah Syekh Burhanuddin Ulakan.
Tuanku Syekh Datuk Panyalai, 85, (foto) dikenal sebagai pendiri thariqat itu di Sumatera Utara dan Riau, berpusat di kota Tebingtinggi. Masjid dan tempat khalwat para murid thariqat itu, didirikan 1988 dibantu murid-muridnya. Hingga kini, bangunan itu sudah mengalami beberapa kali renovasi, namun tak berubah dari bentuk aslinya, mengikuti ornamen masjid-masjid ‘urang Minang.’
Saat berkunjung ke masjid Al Ikhlas, baru-baru ini, sekira pukul 13.00, suasana masjid itu terlihat lengang. Seorang warga yang kebetulan tempat bertanya, siapa nazir masjid itu, langsung menjawab ada disebelah. “Namanya Datuk Panyalai,” ujar warga tetangga masjid itu. Di keheningan masjid, hanya ada dua anak sedang bermain bulutangkis di halaman masjid serta dua remaja perempuan lagi duduk memperhatikan dua anak itu.
Menunggu beberapa saat, pemilik masjid dan pendiri thariqat itu pun bisa disambangi, usai beliau melaksanakan sholat Dzhuhur. Mengenakan kopiah, baju putih dan kain sarung,  pendiri thariqat yang memiliki ribuan murid itu, terkesan sederhana, wara dan sangat hati-hati dalam berbicara.
Datuk Panyalai, begitu murid-muridnya memanggil, merantau dari Pariaman ke Medan sekira 1951, menyusuri pantai timur sambil mengajar thariqat. Mulai dari Baganbatu, Aek Nabara, Rantau Prapat, Kisaran hingga ke Medan. Pada 1968, Datuk Penyalai mandah ke kota Tebingtinggi mencari penghidupan lebih baik, namun misinya menyebarkan ajaran thariqat Syekh Burhanuddin Ulakan, tak pernah surut.
Dengan sedikit modal dan bantuan dari murid-muridnya, pria yang memiliki 12 anak, 50 cucu dan 20 cicit itu, membeli lahan di tepian sungai Padang. Baru pada 1988, secara bergotong royong, jemaah thariqat itu membangun masjid sederhana dan tempat persulukan. Sejak itulah, masjid itu menjadi basis kegiatan penyebaran ajaran Islam berdasarkan thariqat yang ajarannya dinisbatkan kepada Saidina Ali Bin Abu Thalib RA itu.
Hingga kini, kata Datuk Panyalai, terdapat sejumlah masjid di berbagai daerah Sumut dan Riau yang menjadi tempat belajar thariqat Sattariyah. Yakni Bagan Batu, Aek Nabara, Rantauparapat, Kisaran, Tebingtinggi, Sei Rampah, Galang hingga Medan dan Sibolga. Muridnya-muridnya juga tidak hanya dari etnis Minang, tapi juga datang dari berbagai etnis lain, misalnya Jawa, Mandailing, Melayu dan etnis lain. “Orang Cina pun ada yang datang ke sini belajar,” ujar pria yang mangaku tak sekolah itu.
Thariqat Sattariyah, kini memiliki kepengurusan lengkap, terdiri dari murid-murid utama Datuk Panyalai. Organisasi itu bernama ‘Thariqat Sattariyah Perguruan Syekh Burhanuddin Ulakan.’ Susunan kepengurusan pusat organisasi ini hingga 2012, dipimpin Kholifah YD Bambang SK, Sekretaris Kholifah Irul, Bendahara Kholifah Nurhamida, dilengkapi sejumlah seksi-seksi. Sedangkan pengurus cabang tersebar di berbagai daerah.
Mengaitkan diri dengan ulama besar asal Pariaman Syekh Burhanuddin Ulakan (1649-1692), Datuk Panyalai, menyatakan thariqat yang diajarkannya memang berdasarkan ajaran-ajaran ulama murid Syekh Abdurrauf As Singkili itu. “Inti dari ajaran thariqat ini, bagaimana membersihkan hati,” ujar ulama sepuh yang jarang dikenal publik kota Tebingtinggi itu.
Menghormati ulama tasawuf asal Pariaman, Sumbar itu, jemaah thariqat Sattariyah dibawah bimbingan Datuk Panyalai, akan berziarah ke makam Syekh Burhanuddin Ulakan pada setiap bulan Safar. “Biasanya kami berombongan ke sana (makam Syekh Burhanuddin Ulakan di Pariaman), puluhan motor dari berbagai tempat,” ungkapnya.
Pada saat berziarah itulah, seluruh jemaah thariqat Sattariyah dari mancanegara (Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Brunei, Filipina) akan tumplek di Surau Gadang, Pariaman. Saat berzikir, terang Datuk Panyalai, akan ditemukan beragam tata cara yang dilakukan. “Ada yang diam, ada yang keras-keras, bahkan menangis. Tapi itu semua cara mendekatkan diri kepada Allah,” jelas pria sepuh itu.
Berbeda dengan kebanyakan thariqat yang dikenal publik, dengan ciri-ciri menggunakan sorban atau baju-baju khusus, jemaah thariqat Sattariyah tidak menggunakan simbol-simbol tertentu. “Cukup saja menggunakan baju putih, kopiah dan kain sarung asalkan bersih dan suci sudah cukup,” terang syekh utama itu. Bagi Datuk Panyalai, simbol-simbol tidak terlalu penting, bahkan jika tak hati-hati akan cenderung mendatangkan sifat riya bagi orang yang menggunakan simbol-simbol itu.
Secara ringkas ajaran thariqat Sattariyah, kata Datuk Panyalai, sebagaimana ajaran thariqat lainnya, selalu memuat empat komponen ajaran, yakni syari’at, hakikat, thariqat dan makrifat. Hal yang paling utama itu adalah makrifat (mengenal Allah). Untuk sampai kepada makrifat, maka orang harus menjalani fase-fase yang ada. Namun, ditahap akhir itulah hal tersulit yang membutuhkan bimbingan dan pengajaran. “Bagaimana orang bisa ingat pada Allah padahal mereka tidak mengenal Allah?”
Manusia sekarang, tambah ulama wara’ ini, terus menerus lupa kepada Allah. Hal demikian wajar, karena memang kebanyakan dari mereka tidak mengenal Allah. Akibatnya, seluruh pekerjaan yang dilakukan selalu lepas dari hubungan kepada Allah. Jika pun ada, hubungan hanya sekedar basa basi yang hakikatnya tidak sampai. Proses mengenal Allah itulah yang diajarkan oleh thariqat, sehingga umat Islam tidak boleh mengabaikan ajaran-ajaran tasawuf. Apalagi sampai ada yang memandangnya sebagai ajaran sesat.
Thariqat Sattariyah, tegas Datuk Panyalai, menjadikan akal sebagai dasar utama dalam pengajaran tasawuf.  Pengajaran agama yang tidak bisa diterima akal, jelas tertolak. Pada saat bersamaan akal yang dibimbing hati yang bersih akan menemukan kebenaran yang hakiki. Akal dan hati yang bersih itulah alat memahami ajaran thariqat.
Dalam penetapan 1 Ramadhan yang belakangan ini cenderung berbeda, diakui  aliran thariqat Sattariyah memang menggunakan rukyat. Pelaksanaan melihat bulan (rukyat) tidak menggunakan alat, seperti lazimnya dilakukan Kementerian Agama RI, tapi dengan mata telanjang.
 Artinya, aku Datuk Panyalai, mereka melihat langsung hilal dengan mata telanjang, tanpa menggunakan alat. “Kalau mereka melihat langsung puasa, kalau tidak tunggu sampai kelihatan,” ujar dia. Pengikut Sattariyah bisa melihta hilal langsung, karena mereka berada di pinggir Samudera Indonesia (India), sehingga bisa melihat langsung. Itu sebabnya, ada kelompok thariqat Sattariyah yang berbeda pelaksanaan puasanya dibanding umumnya umat Islam. Tapi thariqat Sattariyah Syekh Burhanuddin Ulakan berpusat di kota Tebingtinggi ini, awal puasanya mengikuti versi pemerintah. Wallahu a’lamu bi ash shawab. Abdul Khalik

2 comments for "Mengenal Thariqat Sattariyah Syekh Burhanuddin Ulakan di T.Tinggi"

Unknown 18 September 2017 at 17:31 Delete Comment
Saya orang ulakan tapi sudah merantau dari tahun 1994 ke tanah jawa...
Unknown 6 July 2018 at 09:03 Delete Comment
Alhamdulillah ini di kota saya.
Semoga saya bisa menimbah ilmu disini..