----iklan---- Pencari Jamur; Mereka Harus Berlari Mengejar Waktu - JEJAK KHALIK
Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pencari Jamur; Mereka Harus Berlari Mengejar Waktu


Melintaslah di jalur alternatif dari Tebingtinggi ke Medan via Galang. Menjelang Desa Batu 10, Kec. Dolok Masihul, Kab. Serdang Bedagai, tepatnya di areal perkebunan Rambutan PTPN III, Anda akan bertemu dengan penjual jamur (mykes) liar, tengah menunggu pembeli. Tapi, ada yang sedikit mengherankan, karena jamur liar yang dijual, hanya beberapa plastik saja dan diletakkan pada etalase kayu kering. Betul-betul tidak bonafide lah. Bahkan, bagi yang belum tahu, bisa jadi memandang lain terhadap aktivitas sejumlah warga itu.

Seperti yang dilakoni pasangan suami-istri Rencius Siringoringo, 45, dan Rotmauli Br. Sipayung, 41, warga Dusun I, Desa Batu 10. Mereka menjalani usaha mencari dan menjual jamur liar itu, sudah lebih dari tiga tahun. Setelah pekerjaan sebelumnya mencari berondolan sawit di areal kebun dilarang pihak perkebunan. “Yah, ini lah usaha kami. Cari berondolan tak boleh lagi,” ujar Rotmauli, Sabtu (2/4), di awal perbincangan bersama mereka.

Aktivitas mencari jamur di tumpukan tandan sawit yang mulai membusuk di areal perkebunan, di mulai ba’da shubuh. Keduanya, berbekal besi pengait langsung menuju timbunan tandan sawit membusuk yang berfungsi sebagai pupuk tanaman sawit. Besi pengait pun dikaiskan, guna mendapatkan jamur yang menyelip di antara tandan sawit itu. Beberapa jam kemudian, jamur yang didapat, dimasukkan ke plastik dengan berat sekira 0,5 kg. Selanjutnya, diletakkan di etalase kayu ranting seadanya, menunggui pembeli datang. “Biasanya pembelinya yang sudah tahu,” terang Rencius.

Menurut Rencius, jamur itu memang tidak bisa dicari banyak-banyak, karena daya tahannya sangat singkat. Jika pagi hari dicari, menjelang siang jamur itu harus sudah terjual. Jika tidak, tumbuhan tak berklorofil itu. akan layu dan tidak segar lagi. Dengan waktu yang singkat itu, pasangan dikaruniai empat anak itu, harus pandai membagi waktu antara mencari dan menjual jamur itu. “Kami harus mengejar waktu lah,” timbal wanita yang tamat SMK itu. Biasanya, jamur yang dijual hanya lima hingga enam bungkus saja.

Jika siang hari, jamur yang dicari habis terjual, mereka pun bergerak kembali mencarinya untuk di jual sore hari. Begitu aktifitas mereka setiap hari. Rencius, mengaku usaha itu dilakukan, karena lahan warisan orang tua mereka tidak cukup memenuhi kebutuhan keluarga. “Kami cuma dapat tiga rante saja, itu pun ditanami ubi. Setahun baru panen,” aku Rencius.

Mengatasi kekurangan pendapatan itulah, mereka berinisiatif mencari jamur. Harga jual jamur tidaklah besar. Untuk 1 plastik seberat 0,5 kg, hanya ditawarkan Rp5.000. Jika pun ada pembeli yang agak pelit, masih sempat menawar se harga Rp3.000. “Biasanya tidak kami jual, tapi kalau 10.000 rupiah tiga bungkus, terpaksa kami jual. Takut nanti tak laku,” terang Hotmauli.

Sering juga jamur yang dicari tak laku dan harus dibawa pulang. Kalau sudah begitu kejadiannya, jamur itu disayur dan di makan keluarga. Sering kali, keluarga disuguhi sayuran jamur dicampur ikan teri. “Kata mereka enak,” ungkap ibu empat anak itu.

Itu salah satu suka duka menjual jamur. Keduanya, mengatakan pada hari-hari biasa pendapatan mereka, paling tinggi sekira Rp30.000 hingga Rp40.000. Tapi, jika hari apes, bisa mendapatkan dibawah jumlah itu. Sedangkan saat paling menyenangkan, ketika datang hari-hari besar keagamaan, misalnya Idul Fithri dan Idul Adha maupun Natalan dan Tahun Baru. Mereka, mengaku bisa mendapatkan penghasilan antara Rp150 ribu hingga Rp200 ribu.

Jika hari-hari itu, jamur merupakan sayur mayur paling digemari dan kebesaran. Para pembeli mengaku, ujar Romauli, jamur dicampur dengan masakan semur daging atau ayam. Diakui, hari-hari demikian penjualan jamur biasa mencapai Rp7.500 hingga Rp10 ribu per bungkus.

Mencari jamur itu, bukan pula tanpa saingan. Pasangan suami-istri itu, kadang harus mengajak anak-anak mereka membantu, khususnya hari libur sekolah. Itu dilakukan, karena selain mereka, banyak warga lain yang juga mencari jamur itu. “Banyak juga yang mencari, kalau tidak dibantu bisa kurang penghasilan kita,” cetus Rencius. Umumnya, para pencari jamur itu, berasal dari dusun yang sama dengan Rencius, maupun dari Desa Paya Kapar atau dari Kel. Brohol, Tebingtinggi. Pencari jamur lainnya, bisanya menjual ke pasar Tebingtinggi atau menolaknya kepada agen pengumpul.

Rencius, mengaku hal yang paling ditakutinya dalam mengais rejeki ini, adalah larangan dari pihak perkebunan. Jika kelak ada pula kebijakan perkebunan untuk melarang mencari jamur atau kemudian membisniskan/memajakkan (mengontrakkan) jamur liar itu, sehingga tak bisa lagi mencarinya. “Kalau itu kejadiannya, kiamatlah kami,” cetus dia terbata.

Rencius menyeritakan pengalaman pahitnya, ketika berondolan sawit tidak lagi boleh diambil. Saat itu, lebih dari tiga bulan mereka harus makan 1 kali sehari, karena tak tahu kemana mencari penghidupan. Syukur, saat itu ada yang memberi jalan untuk mencari jamur, sehingga upaya memenuhi kebutuhan keluarga kembali terbuka.

Nilai Gizi

Jamur yang rasanya agak mirip-mirip daging, ternyata memiliki nilai gizi yang baik bagi tubuh manusia. Kandungan lemak pada jamur lebih rendah sehingga menyehatkan untuk dikonsumsi. Jamur mengubah selulosa menjadi polisakrida sehingga bebas kolesterol. Atas dasar itu, mereka yang mengonsumsi jamur secara teratur relatif terbebas dari penyakit stroke.

Selain itu, kandungan protein jamur juga cukup tinggi dibandingkan dengan tumbuhan lain. Gizi lain yang terkandung dalam jamur adalah karbohidrat, berbagai mineral, seperti kalium, kalsium, fosfor dan besi. Demikian pula dengan vitamin B, B12 dan C. Bahkan, dibandingkan kentang, kubis, seledri dan buncis, kandungan protein jamur lebih tinggi. Sedangkan untuk kandungan lemak dibanding sayuran itu, jamur juga lebih rendah persenteasenya…

JUAL JAMUR : Hormauli Br. Sipayung penjualan jamur liar yang dicarinya di areal perkebunan. Hal yang mereka takutkan jika pihak kebun melarang mereka lagi mengambil jamur itu. Foto direkam, Sabtu lalu. (Khaliknews)

Post a Comment for "Pencari Jamur; Mereka Harus Berlari Mengejar Waktu"